Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa realisasi pembayaran bunga utang pemerintah tahun ini sudah mencapai Rp 211,7 triliun.
Pembayaran bunga utang yang sudah surut hingga Juni 2023 tersebut mencapai 48% dari target pembayaran bunga utang tahun ini yang sebesar Rp 441,4 triliun.
“Dari anggaran bunga utang tahun anggaran 2023 sebesar Rp 441,4 triliun, realisasi hingga 30 Juni 2023 sebesar Rp 211,7 triliun,” tutur Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Suminto kepada Kontan.co.id, Senin (24/7).
Baca Juga: Utang Pemerintah Tembus Rp 7.805 Triliun, Ekonom BSI: Masih Low to Moderate
Suminto menjelaskan, pembayaran bunga utang ini akan disesuaikan dengan jatuh tempo pembayaran yang terjadwal hingga akhir Desember 2023 mendatang.
Adapun pembayaran bunga utang pemerintah setiap tahunnya mengalami peningkatan. Pada tahun 2019 pembayaran bunga utang pemerintah tercatat sebesar Rp 275,9 triliun, kemudian meningkat menjadi Rp 373,3 triliun pada tahun 2020, kembali meningkat pada tahun 2022 menjadi Rp 405,9 triliun, pada tahun 2023 meningkat menjadi Rp 441,4 triliun.
Sebelumnya, Direktur Pusat Studi Ekonomi dan Hukum (Celios) Bhima Yudhistira memproyeksikan pembayaran bunga utang pemerintah pada tahun depan berpotensi meningkat. Hal ini terjadi karena beberapa faktor termasuk kenaikan suku bunga dan juga kebutuhan pembiayaan yang besar sepanjang tahun 2023.
Baca Juga: Tak Pernah Jadi Negara Kaya, Masa Depan Ekonomi China Diproyeksi Melambat
Bhima memperkirakan, beban pembayaran bunga utang tahun depan bisa melonjak dikisaran Rp 480 triliun hingga Rp 510 triliun. Nilai tersebut meningkat dari pembayaran bunga utang tahun ini yang sebesar Rp 441,4 triliun.
Menurutnya, kebutuhan pembiayaan yang besar pada tahun ini menyebabkan bunga utang pemerintah tahun depan semakin tinggi. Misalnya saja untuk pembiayaan infrastruktur menjelang tutup tahun kepemimpinan Presiden Joko Widodo.
“Pembiayaan untuk infrastruktur misalnya untuk mengejar agar pembiayaan infrastruktur ini dapat mendorong realisasi pembangunan infrastruktur sebelum tutup tahun, sehingga kebutuhannya besar,” tutur Bhima.
Faktor lain, adanya tekanan kenaikan gaji Pegawai Negeri Sipil (PNS), atau anggaran belanja pegawai yang meningkat, juga menjadi penyebab penambahan beban utang negara.
Baca Juga: Utang Pemerintah Capai Rp 7.805 Triliun Didominiasi SBN, Ini Kata Ekonom
Selain itu, pemerintah juga masih harus membayar utang jatuh tempo dengan menerbitkan utang baru, yang pada akhirnya akan berkorelasi pada keniakan beban bunga utang tahun depan.
Bhima juga melihat, postur belanja APBN yang dirancang untuh 2024 cenderung populis.
“Anggaran perlinsos yang besar mau dibayar pakai apa kalau bukan nambah utang baru? Risiko kenaikan beban bunga utang itu akan mempersempit ruang fiskal, di tengah rasio pajak yang masih tertekan khususnya pasca pandemi. Jadi agak sulit mencapai rasio pajak di atas 11%,” kata Bhima.
Bhima khawatir, harga komoditas yang semakin melemah akan memengaruhi kemampuan pemerintah untuk membayar bunga utang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News