Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Langkah agresif pemerintah dalam mendorong implementasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) kini dihadapkan juga pada tantangan peningkatan industri dalam negeri.
Seperti diketahui, implementasi PLTS ke depannya tidak hanya bakal ditopang dari PLTS Ground Mounted namun juga PLTS terapung hingga PLTS Atap. Kementerian ESDM dan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) pun kini tengah menyusun Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 dimana porsi pembangkit EBT diproyeksikan bakal mencapai 51,6% atau lebih tinggi ketimbang pembangkit fosil.
Selain tenaga hidro dan panas bumi, PLTS bakal jadi salah satu tulang punggung dalam mencapai target bauran EBT 23% pada 2025 mendatang.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM Dadan Kusdiana mengungkapkan pihaknya telah melakukan komunikasi dengan Kementerian Perindustrian dan asosiasi mengenai kesiapan industri penunjang PLTS saat ini.
"Dengan angka sekarang yang kami punya ada 22 atau 26 pabrikan yang siap dengan kapasitas total 500 MW," terang Dadan dalam Konferensi Pers Virtual akhir pekan lalu.
Baca Juga: Ada potensi hilang pendapatan dari PLTS Atap, begini strategi PLN menjaga kinerja
Dia menambahkan, dengan kondisi tersebut maka pengembangan PLTS secara maksimum hanya dapat dilakukan sesuai besaran kapasitas tersebut. Untuk itu, jika nantinya ada keinginan untuk mengembangkan lebih dari total kapasitas industri dalam negeri maka perlu ada pemetaan mana yang mampu dipasok dalam negeri dan mana yang melalui impor.
Masih menurut Dadan, tujuan pengembangan PLTS Atap sebesar 3,6 GW hingga 2025 yakni untuk membuka pasar dalam negeri. "Kalau pasar dalam negeri makin besar, investasi akan bertambah baik dari industri laminating solar panel atau juga ke sisi hulu yang pembuatan cell nya sekarang kita masih impor," terang Dadan.
Merujuk data Kementerian ESDM hingga Juli 2021, jumlah pengguna PLTS Atap mencapai 4.028 pelanggan dengan kapasitas total 35,56 MegaWatt peak (MWp). Adapun, pada Januari 2018, jumlah pengguna PLTS atap di Indonesia hanya sebanyak 351 pelanggan. Artinya, terjadi pertumbuhan pelanggan PLTS atap mencapai 1,047% dalam tiga tahun terakhir.
Sementara itu, PLN memastikan siap mendukung kebijakan pengembangan EBT . Kendati memang ada potensi kehilangan pendapatan dengan implementasi PLTS Atap sebesar 3,6 GW yang dicanangkan pemerintah lewat Revisi Permen ESDM Nomor 49 Tahun 2018 jo No. 13/2019 jo No.16/2019 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap oleh Konsumen PT PLN (Persero).
Direktur Niaga dan Manajemen PLN Bob Saril mengungkapkan sejumlah upaya bakal dilakukan PLN dalam memulihkan potensi pendapatan yang hilang. Selain melalui perluasan jaringan, PLN juga memastika
n telah memulai implementasi penjualan Renewable Energy Certificate (REC). "Kita menggunakan pemberi sertifikat yang sudah teregistrasi secara internasional," terang Bob kepada Kontan, Senin (30/8).
Saat ini total nilai bisnis REC mencapai Rp 7,4 miliar dimana ada 69 ribu lebih konsumen telah menggunakan REC hingga Agustus 2021. Sementara itu, PT Sky Energy Indonesia Tbk (JSKY) selaku pelaku usaha solar panel memastikan upaya peningkatan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) terus dilakukan.
Direktur Utama JSKY Christopher Liawan mengungkapkan pihaknya berencana meningkatkan kapasitas produksi solar panel hingga 300 MW pada 2022 mendatang. "Kita dirikan pabrik yang lebih besar dari pabrik pertama dan kedua dan sudah produksi solar cell sendiri di dalam negeri untuk menciptakan harga yang kompetitif," kata Christopher dalam Webinar baru-baru ini.
Christopher menambahkan, salah satu komponen yang memang masih diimpor yakni kaca untuk solar panel. Kebutuhan kaca ini belum bisa dipenuhi di dalam negeri dan memiliki spesifikasi yang berbeda.
Sebagai langkah awal, pihaknya telah melakukan pendekatan dengan sejumlah pabrikan kaca bersakala besar di tanah air. Adapun, dari diskusi yang ada pabrikan kaca dalam negeri mensyaratkan kapasitas pabrik solar panel harus di atas 200 MW. Untuk itu, dengan berbagai pertimbangan tersebut, JSKY pun siap meningkatkan kapasitas yang dimiliki saat ini.
Baca Juga: IESR: Peningkatan porsi EBT indikasi keseriusan PLN dan pemerintah
"Kita punya strategi tingkatkan kapasitas (tujuannya) adalah untuk meningkatkan kandungan lokal dan menciptakan harga yang kompetitif bagi customer-customer kami," ujar Christopher.
Sementara itu, Asosiasi Energi Surya (AESI) mendukung rencana pengembangan PLTS Atap oleh pemerintah.
Ketua Umum AESI Fabby Tumiwa mengungkapkan potensi teknis pada segmen residensial yang mencapai 655 GWp dan potensi pasar mencapai 9-11% dari keseluruhan rumah tangga di Indonesia, ditambah dengan potensi PLTS Atap pada bangunan Commercial & Industry (C&I), maka akselerasi PLTS Atap sangat tepat sebagai strategi pemerintah meningkatkan bauran energi terbarukan dan menurunkan emisi GRK dalam jangka pendek.
“Untuk itu revisi Permen ESDM No. 49/2018 ini sangat tepat,” kata Fabby dalam keterangan resmi.
Adapun, AESI dalam salah satu usulannya terkait revisi Permen ESDM mengenai PLTS Atap menilai terbukanya pasar PLTS akan menciptakan permintaan dan memberikan dorongan terbangunnya industri surya di dalam negeri, membuka lapangan kerja baru, dan berkontribusi terhadap penurun polusi udara dan pengendalian perubahan iklim.
Selanjutnya: Terus bertambah, porsi pembangkit EBT jadi 51,6% di RUPTL 2021-2030
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News