kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Pelaku Usaha Minyak Jelantah Protes Terhadap Aturan Larangan Ekspor Minyak Jelantah


Rabu, 16 Maret 2022 / 07:15 WIB
Pelaku Usaha Minyak Jelantah Protes Terhadap Aturan Larangan Ekspor Minyak Jelantah

Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Paguyuban Pengumpul Minyak Jelantah (PPMJ) memprotes kebijakan pemerintah yang melarang ekspor minyak jelantah (used cooking oil) atau minyak bekas pemakaian. Hal ini tertera dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 2 Tahun 2022 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan No 19 Tahun 2021 tentang Kebijakan dan Pengaturan Ekspor.

Ketua Umum Pengurus Pusat PPMJ H. Hermansyah menilai, Permendag No 2/2022 sebenarnya hadir sebagai bentuk respons pemerintah atas kelangkaan minyak goreng di awal tahun ini. Lewat beleid tersebut, pemerintah berupaya melarang ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil) jika kebutuhan di dalam negeri belum terpenuhi.

Namun, PPMJ mengkritik peraturan tersebut karena seharusnya minyak jelantah tidak perlu ikut dilarang ekspor juga. Padahal, ekspor minyak jelantah sudah rutin dilakukan selama sekitar 15 tahun terakhir. Produk minyak jelantah Indonesia juga dihargai dengan baik di luar negeri.

Baca Juga: Pemerintah Subsidi Harga Minyak Goreng Rp 14.000 Per Liter, Ini Sumber Pendanaannya

Larangan ekspor tersebut tentu merugikan pihak eksportir maupun pengumpul minyak jelantah. Khusus pihak pengumpul, dampaknya akan lebih terasa karena mayoritas pelaku usaha pengumpul minyak jelantah merupakan industri kecil menengah (IKM) yang melibatkan masyarakat kelas menengah ke bawah.

“Kalau ekspor dilarang, eksportir tidak akan beli minyak jelantah dari pengumpul. Akibatnya, minyak jelantah akan menumpuk. Ini berbahaya karena bisa berakhir jadi limbah atau bahkan tindakan pengoplosan,” ungkap dia ketika dihubungi Kontan, Selasa (15/3).

Hermansyah menyebut, sejauh ini para pengumpul biasa mengumpulkan minyak jelantah dari restoran, penjual gorengan, dan industri pengkonsumsi minyak goreng lainnya. Ada ribuan pengumpul minyak jelantah yang tersebar di Indonesia.

Biasanya, Indonesia bisa mengekspor sekitar 20.000 ton minyak jelantah ke luar negeri seperti Eropa dan Asia. Di luar negeri, minyak jelantah kerap digunakan untuk kebutuhan industri biodiesel. Namun, minyak jelantah belum dimanfaatkan secara optimal di dalam negeri, sehingga dikhawatirkan malah disalahgunakan.

“Sejauh ini belum ada solusi dari pemerintah. Kami yang berada di bawah mencoba bersuara karena sudah tidak tahan dengan kondisi ini,” tandas Hermansyah.

Hingga tulisan ini terbit, Kementerian Perdagangan (Kemendag) belum merespons pertanyaan Kontan. Merujuk pada siaran pers beberapa waktu yang lalu, Permendag No 2/2022 mulai berlaku pada 24 Januari 2022.

Permendag ini mengatur bahwa ekspor CPO, refined, bleached, and deodorized palm olein (RBD Palm Olein, dan used cooking oil (UCO) atau minyak jelantah dilakukan lewat mekanisme perizinan berusaha berupa Pencatatan Ekspor (PE)>

Untuk mendapatkan PE, eksportir harus memenuhi persyaratan antara lain Surat Pernyataan Mandiri bahwa eksportir telah menyalurkan CPO, RBD Palm Olein, dan UCO untuk kebutuhan dalam negeri yang dilampirkan dengan kontrak penjualan. Lalu, ada syarat seperti pelampiran rencana ekspor dalam jangka waktu 6 bulan dan rencana distribusi ke dalam negeri dalam jangka waktu 6 bulan.

Baca Juga: Mendag Gandeng Kapolri Pantau Produksi Minyak Goreng

Dalam catatan Kontan, berdasarkan data gabungan dari Kemendag, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), konsumsi minyak goreng di Indonesia pada 2019 lalu mencapai 16,2 juta kiloliter. Dari jumlah tersebut, minyak jelantah yang dikumpulkan di Indonesia tercatat sekitar 3 juta kiloliter.

Dari total 3 juta kiloliter minyak jelantah tersebut, sekitar 2,43 juta kiloliter digunakan untuk minyak goreng daur ulang. Adapun sisanya sekitar 570.000 dipakai untuk kebutuhan biodiesel dan kebutuhan lainnya.

Pada 2019 silam, Indonesia mengekspor sebanyak 184.090 kiloliter minyak jelantah dengan nilai US$ 90,23 juta. Belanda menjadi tujuan ekspor utama minyak jelantah Indonesia dengan nilai US$ 23,6 juta. Diikuti oleh Singapura sebesar US$ 22,3 juta, Korea Selatan sebesar US$ 10,6 juta, Malaysia sebesar US$ 10,5 juta, dan China sebesar US$ 3,6 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×