Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
Hingga tulisan ini terbit, Kementerian Perdagangan (Kemendag) belum merespons pertanyaan Kontan. Merujuk pada siaran pers beberapa waktu yang lalu, Permendag No 2/2022 mulai berlaku pada 24 Januari 2022.
Permendag ini mengatur bahwa ekspor CPO, refined, bleached, and deodorized palm olein (RBD Palm Olein, dan used cooking oil (UCO) atau minyak jelantah dilakukan lewat mekanisme perizinan berusaha berupa Pencatatan Ekspor (PE)>
Untuk mendapatkan PE, eksportir harus memenuhi persyaratan antara lain Surat Pernyataan Mandiri bahwa eksportir telah menyalurkan CPO, RBD Palm Olein, dan UCO untuk kebutuhan dalam negeri yang dilampirkan dengan kontrak penjualan. Lalu, ada syarat seperti pelampiran rencana ekspor dalam jangka waktu 6 bulan dan rencana distribusi ke dalam negeri dalam jangka waktu 6 bulan.
Baca Juga: Mendag Gandeng Kapolri Pantau Produksi Minyak Goreng
Dalam catatan Kontan, berdasarkan data gabungan dari Kemendag, Badan Pusat Statistik (BPS), dan Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI), konsumsi minyak goreng di Indonesia pada 2019 lalu mencapai 16,2 juta kiloliter. Dari jumlah tersebut, minyak jelantah yang dikumpulkan di Indonesia tercatat sekitar 3 juta kiloliter.
Dari total 3 juta kiloliter minyak jelantah tersebut, sekitar 2,43 juta kiloliter digunakan untuk minyak goreng daur ulang. Adapun sisanya sekitar 570.000 dipakai untuk kebutuhan biodiesel dan kebutuhan lainnya.
Pada 2019 silam, Indonesia mengekspor sebanyak 184.090 kiloliter minyak jelantah dengan nilai US$ 90,23 juta. Belanda menjadi tujuan ekspor utama minyak jelantah Indonesia dengan nilai US$ 23,6 juta. Diikuti oleh Singapura sebesar US$ 22,3 juta, Korea Selatan sebesar US$ 10,6 juta, Malaysia sebesar US$ 10,5 juta, dan China sebesar US$ 3,6 juta.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News