kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Pedagang pasar tradisional sebut harga cabai masih belum terkendali


Rabu, 17 Februari 2021 / 05:10 WIB
Pedagang pasar tradisional sebut harga cabai masih belum terkendali

Reporter: Ratih Waseso | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketua Umum Ikatan Pedagang Pasar Tradisional (Ikappi) Abdullah Mansuri mengatakan bahwa harga pangan rata-rata belum pada tahap stabil. Misalnya saja untuk komoditas cabai yang dinilai masih belum dapat terkendali harganya.

"Untuk cabai memang masih belum bisa terkendali. Cabai rawit merah khususnya, itu masih di kisaran Rp 80.000 sampai Rp 90.000 per kilo," jelas Abdullah kepada Kontan.co.id pada Selasa (16/2).

Masih tingginya harga cabai, Abdullah menyebut di luar ekspektasi pihaknya. Dimana sebelumnya diharapkan Februari dapat kembali normal. Abdullah menambahkan dari pantauan pihaknya, melihat beberapa daerah penghasil cabai memang masih belum maksimal dalam distribusinya ke Jakarta.

Baca Juga: Kementan akan kembangkan kawasan food estate Sumba Tengah pada 2021

"Mungkin karena penghujan kali juga ya Jadi untuk cabe rawit memang kami belum bisa prediksi sampai kapan [stabil]. Semoga cabe rawit bulan ini atau bulan depan sudah mulai ada panen semoga saja," imbuhnya.

Kemudian untuk minyak goreng curah kini tembus di angka Rp 14.000 per liter. Komoditas bawang putih dan bawang merah ada kenaikan sedikit, dimana bawang putih berada di kisaran Rp30.000 per kilogram, bawang merah Rp 36.000 per kilogram, ayam terutama di wilayah Jakarta per ekor masih di kisaran Rp 37.000 hingga Rp 38.000.

"Untuk beras aman, telur masih Rp 23.000 - Rp 24.000 per kilo sudah mulai merangkak naik telur. Daging sapi juga naik kemarin, di saat Imlek sempat di Rp 130.000 untuk daging sapi paha belakang, sekarang sudah Rp 126.000 masih tinggi sih walaupun sudah turun tapi masih tinggi," ujarnya.

Namun, pada Tahun Baru Imlek kemarin diakui terdapat peningkatan daya beli. Hanya saja jika dibandingkan dengan Imlek tahun lalu masih belum seberapa.

Baca Juga: Stok jelang Ramadan, Mentan: Kita kekurangan 200 ribu ton daging

Fase saat ini Abdullah menerangkan, menjadi fase yang tergolong sedikit rawan dalam siklus tahunan. Hal tersebut di mana permintaan berturut-turut di kurun waktu yang tidak begitu panjang. Misalnya saja dar fase Natal dan Tahun Baru menuju ke Imlek kemudian ke Ramadhan berada pada jangka waktunya tidak begitu lama.

"Sehingga persiapannya juga tidak begitu lama, produksinya harus benar-benar diantisipasi dan memang dipersiapkan untuk memenuhi kebutuhan di fase itu itu," kata Abdullah.

Namun fase tersebut merupakan siklus tahunan yang memang terjadi setiap tahun, dimana pasti terjadi gejolak dari tren harga pangan.

"Apalagi di Lebaran nanti itu puncak dari panennya semua pedagang semua petani. Ini yang harus diimbangi dengan suplay yang seimbang. Kalau nggak seimbang ya nggak nggak akan stabil harganya, pasti akan tinggi," jelasnya.

Baca Juga: Kendalikan inflasi agar sesuai sasaran, pemerintah dan BI sepakati lima strategi

Hanya saja Abdullah merasa gejolak yang terjadi saat ini cukup unik. Hal tersebut lantaran daya beli masyarakat masih tergolong turun, namun harga pangan masih tinggi. Asumsinya ialah adanya supply dan demand yang tidak seimbang.

Terlebih pada Ramadhan dan Idul Fitri nantinya, diprediksi harga masih akan tinggi dan bahkan akan lebih tinggi. Maka Abdullah menekankan pentingnya antisipasi dari semua pihak terutama dari pemerintah untuk menjaga pasokan ketersediaan bahan pangan tetap aman.

Selanjutnya: Proyek Bendungan Tukul di Pacitan menelan biaya Rp 916 miliar

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×