Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) merampungkan proses integrasi dan operasional sistem bank hasil merger per 1 November 2021. Sebelumnya, meski telah melakukan penggabungan, operasional ex- BRI Syariah, ex-BNI Syariah dan ex-Bank Mandiri Syariah masih berjalan sendiri-sendiri.
Berkat integrasi ini, BSI kini memiliki 1.365 kantor cabang. Sedangkan jumlah rekening nasabah menjadi 15,5 juta. Dengan single system ini artinya sekarang BSI memiliki satu core banking system, satu enterprise data, satu sandi kode bank di 451, dan satu pelaporan keuangan, semua dengan nama Bank Syariah Indonesia.
Setelah proses ini, BSI telah menyiapkan target jangka panjang hingga 2025 mendatang. Pertama, peningkatan jumlah nasabah dari 15 juta saat ini, menjadi 30 juta hingga 40 juta nasabah. Bank syariah terbesar ini juga menargetkan bisa menggerek return on equity (ROE) dari 14% saat ini, menjadi 18% dalam empat tahun mendatang.
Dari segi aset, BSI menargetkan bisa menggandakan total aset yang saat ini sekitar Rp 250 triliun menjadi Rp 500 triliun pada 2025 mendatang. Tujuannya, agar BSI bisa masuk dalam 5 bank besar di Indonesia dari segi aset dan menjadi 10 bank syariah terbesar di global berdasarkan nilai kapitalisasi pasar.
Baca Juga: Penyaluran dana FLPP tahun 2021 ditutup, realisasinya capai 178.728 unit
Direktur Utama BSI Hery Gunardi menyatakan bila dalam 2 tahun terakhir bank banyak berkutat untuk memuluskan integrasi. Pasca rampungnya proses merger ini, bank bisa fokus untuk mengoptimalkan bisnis bank.
“Setelah integrasi merger selesai, artinya BSI akan lebih fokus menjalankan bisnis. Kita akan lebih banyak untuk kembangkan bisnis dan ekosistem yang ada di dalam ranah pengembangan digital BSI. harapannya pertumbuhan lebih cepat dan fokus kita lebih jelas,” papar Hery secara virtual pada Senin (1/11).
Bank akan fokus secara organik dengan peningkatan bisnis pembiayaan dengan memperhatikan kualitasnya. Juga fokus menggarap dana murah menurunkan biaya dana atau cost of fund. BSI ingin mengoptimalkan pendapatan berbasis komisi terutama dari inovasi digital.
Asal tahu saja, BSI berhasil membukukan laba bersih sebesar Rp 2,26 triliun, naik 37,01 % YoY. Adapun Dana Pihak Ketiga (DPK) mencapai Rp219,19 triliun.
Hery menegaskan akan terus meningkatkan pertumbuhan tabungan khususnya tabungan wadiah. Per September 2021, tabungan wadiah BSI tumbuh signifikan sebesar 16,22% yoy atau mencapai Rp 30,35 triliun. Adapun secara total tabungan, BSI membukukan pertumbuhan 11,57% yoy dengan angka mencapai Rp 91,43 triliun pada kurun waktu yang sama.
Baca Juga: Laba sebelum pajak UUS Maybank naik 21,5% pada kuartal III-2021
Pertumbuhan tabungan tersebut berdampak kepada membaiknya cost of fund BSI yang kini sekitar 2,10%. Persentase tersebut turun signifikan dibandingkan dengan Desember 2020 yang sebesar 2,67%.
Pembiayaan BSI mampu tumbuh sekitar 7,38% yoy yang mencapai Rp 163,32 triliun. BSI pun mampu menjaga kualitas pembiayaan (NPF) nett sebesar 1,02%.
Hery menjelaskan bahwa pertumbuhan pembiayaan disokong oleh pembiayaan konsumer yang mencapai Rp 77,89 triliun. Jumlah itu naik sekitar 21,43 % yoy dari sebesar Rp 64,14 triliun. Disusul gadai emas yang tumbuh 15,58% yoy dengan penyaluran mencapai Rp 4,42 triliun dari sebelumnya Rp 3,82 triliun.
Realisasi pembiayaan komersial BSI sepanjang Januari hingga September 2021 mencapai Rp10,58 triliun, tumbuh sekitar 7,29% yoy dari sebelumnya sebesar Rp 9,86 triliun. Adapun untuk sektor mikro berhasil tumbuh sekitar 4,74%.
BSI juga berkomitmen mendorong pertumbuhan pembiayaan kepada UMKM sehingga komposisinya mencapai 22,93% hingga September 2021, Padahal pada Desember 2020 masih sekitar 22,40%.
Berkat kinerja itu, aset BSI menjadi Rp251,05 triliun atau naik sekitar 10,15% yoy dari Rp 227,92 triliun. Terkait digitalisasi, transaksi BSI Mobile yang mencapai 74,24 juta transaksi atau tumbuh 133% yoy.
Adapun kenaikan transaksi melalui e-channel pada September 2021 yang mencapai 162,40 juta transaksi atau 95% transaksi di BSI sudah menggunakan e-channel.
Selanjutnya: OJK: Potensi keuangan digital di Indonesia cukup besar dan perlu dioptimalkan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News