Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat posisi utang pemerintah pada akhir Mei 2022 berada di angka Rp 7.002,24 triliun, dengan rasio utang pemerintah terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 38,88%.
Secara nominal, posisi utang pemerintah terjadi penurunan total outstanding dan rasio utang terhadap PDB dibandingkan dengan realisasi pada bulan April 2022 yang sebesar Rp 7.040,32 triliun.
“Rasio utang terhadap PDB dalam batas aman, wajar, serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal,” tulis Kemenkeu dalam APBN KITA Edisi April, Senin (25/4).
Secara rinci, utang pemerintah didominasi oleh instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang kontribusinya sebesar 88,20%. Hingga akhir Mei 2022, penerbitan SBN yang tercatat sebesar 6.175,83 triliun. Penerbitan ini juga terbagi menjadi SBN domestik dan SBN valuta asing (valas).
Baca Juga: Target Pertumbuhan Ekonomi 2023 pada Kisaran 5,3% - 5,9%, Ini Pendapat Para Ekonom
Dalam rilis tersebut, SBN Domestik tercatat sebanyak Rp 4.934,56 triliun yang terbagi menjadi Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp 4.055,03 triliun serta Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp 879,53 triliun.
Sementara itu, SBN Valas yang tercatat adalah sebesar Rp 1.241,27 triliun dengan rincian sebagai berikut, yaitu SUN sebesar Rp 967,67 triliun dan SBSN senilai Rp 273,60 triliun.
Kemenkeu juga memaparkan, utang pemerintah tersebut ada kontribusi 11,80% dari utang pinjaman pemerintah hingga akhir Mei 2022 yang sebesar Rp 826,40 triliun. Pinjaman ini dirincikan dalam dua kategori yakni pinjaman dalam negeri sebanyak Rp 14,74 triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp 811,67 triliun.
Untuk pinjaman luar negeri juga telah dijabarkan oleh Kemenkeu sebagai berikut yakni pinjaman bilateral sebesar Rp 280,32 triliun, pinjaman multilateral sebesar 488,62 triliun, dan pinjaman commercial bank sebesar Rp 42,72 triliun.
Sementara berdasarkan mata uang, utang pemerintah didominasi oleh mata uang domestik (Rupiah), yaitu 70,68%. Selain itu, kepemilikan SBN tradable oleh investor asing terus menurun sejak tahun 2019 yang mencapai 38,57%, hingga akhir tahun 2021 yang mencapai 19,05%, dan per 7 Juni 2022 mencapai 16,74%.
Baca Juga: Perketat Sanksi, Biden Desak Anggota G7 untuk Melarang Impor Emas dari Rusia
"Portofolio utang dijaga agar terus optimal, sehingga peningkatan utang pun telah diperhitungkan secara matang demi mendapatkan risiko dan biaya yang paling efisien," tulis Kemenkeu.
Dari segi jatuh tempo, komposisi utang pemerintah dikelola dengan mempertimbangkan kemampuan bayar dan kapasitas fiskal. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata jatuh tempo (average tome to maturity) sepanjang tahun 2022 ini masih terjaga di kisaran 8,7 tahun.
Pengadaan utang pemerintah ditetapkan atas persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam Undang-Undang (UU) APBN dan diawasi pelaksanaannya oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Di tengah menghadapi risiko global yang saat ini bergeser pada peningkatan isu geopolitik dan dinamika kebijakan moneter Amerika Serikat (AS), pemerintah melakukan beberapa penyesuaian strategi pembiayaan melalui utang di tahun 2022.
Baca Juga: Jepang Stop Pembiayaan untuk Proyek Pembangkit Batubara di Bangladesh dan Indonesia
Diantaranya, penurunan target lelang SBN, fleksibilitas penerbitan SBN Valas baik dari jumlah dan waktu penerbitan, fleksibilitas pembiayaan melalui Development Partners, optimalisasi SBN ritel serta penguatan sinergi dengan Bank Indonesia (BI).
Meski masih diliputi ketidakpastian, pemulihan ekonomi di tahun 2022 diperkirakan masih akan terus berlanjut. dengan adanya peningkatan kinerja pendapatan negara yang baik dan didukung realisasi pembiayaan utang yang on track, serta optimalisasi pemanfaatan Saldo Anggaran Lebih (SAL) sebagai buffer fiskal, maka defisit APBN 2022 diperkirakan akan lebih rendah dari target sebagaimana dua tahun sebelumnya.
"Pemerintah optimis di tahun 2023 APBN dapat kembali menuju defisit di bawah 3% terhadap PDB," kata Kemenkeu.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News