kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

OJK sebut ada sejumlah PR terkait risiko siber pada IKD, apa saja?


Kamis, 19 November 2020 / 10:00 WIB
OJK sebut ada sejumlah PR terkait risiko siber pada IKD, apa saja?

Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Inovasi Keuangan Digital (IKD) atau fintech tengah bertumbuh di Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat terdapat 84 penyelenggara IKD dengan rincian 74 konvensional dan 10 syariah.

Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menyatakan kontribusi transaksi IKD sejak 2 September 2018 hingga September 2020 mencapai Rp 9,87 triliun. Kendati demikian, regulator mengingatkan adanya risiko siber.

Selain IKD, juga ada 155 entitas fintech peer to peer lending dan tiga fintech equity crowdfunding yang tercatat di OJK. Lalu ada 37 fintech yang terdaftar di Bank Indonesia.

Baca Juga: OJK catat Inovasi Keuangan Digital berkontribusi Rp 9,87 triliun ke sektor finansial

Industri P2P lending telah menyalurkan akumulasi penyaluran pinjaman sebesar Rp 128,7 triliun bagi 29 juta peminjam. Pinjaman itu disalurkan oleh 144 P2P lending konvensional dan 11 penyelenggara dengan prinsip syariah.

Sedangkan industri equity crowdfunding telah menerbitkan surat berharganya dibeli oleh para investor. Regulator mencatat sudah ada 17.000 investor dan dana yang tersalurkan lewat equity crowdfunding senilai Rp 140 miliar.

“Bagaimana kita mendesain guideline terkait mitigasi atau bagaimana caranya kita me-manage cyber risk. Kemudian terkait security protocol dan human error merupakan tantangan yang mesti kita lakukan. Lalu guideline how to manage operational risk dan terkait risiko reputasi, termasuk data pribadi. Ini lah yang menjadi pekerjaan rumah kita,” ujar Wimboh pada diskusi pada Rabu (18/11).

Ia melanjutkan, hingga saat ini sudah ada 2.923 fintech ilegal dan 150 entitas investasi ilegal yang tertangkap. Ia memprediksi jumlahnya entitas yang belum tertangkap lebih besar lagi.

Baca Juga: Modalku telah salurkan pinjaman produktif Rp 760 miliar ke 26.000 pengusaha online

“Jangan sampai hal seperti ini menjadi sentimen negatif terhadap perkembangan fintech, dimana masyarakat bisa memanfaatkan kehadirannya. Kami meningkatkan sekali lagi angka ini menimbulkan epriore terhadap perkembangan fintech,” tutur Wimboh.

Ia menambahkan, penting bagi seluruh pihak melakukan edukasi dan mendisiplinkan para pelaku. Wimboh menyebut otoritas siap sedia dan telah untuk melakukan secara hukum.

Direktur Eksekutif Inovasi Keuangan Digital OJK Triyono menambahkan hal ini tidak terlepas dari tingkat inklusi dan literasi keuangan di Indonesia. Berdasarkan survei OJK di 2019, tingkat inklusi keuangan di Indonesia masih 76,19%.

Baca Juga: Neobank, ancaman baru bagi bank konvensional di era digital

Masih pada survei yang sama, tingkat literasi keuangan baru 38,03%. Artinya, sebanyak 38% masyarakat belum memahami produk dan jasa keuangan yang Ia gunakan. Oleh sebab itu, regulator meminta seluruh IKD maupun fintech menerapkan prinsip perlindungan konsumen.

Hal ini seiring dengan semakin banyaknya jumlah fintech dan IKD. OJK telah mengklasifikasikan IKD yang sudah ada menjadi 15 kluster yakni aggregator, blockchain based, claim service handling, credit dan scoring. Juga adanya e-KYC, financial planner, financing agent, funding agent, insurance broker marketplace, dan insurtech.

Selain itu, kluster online distress solution, project financing, property investment management, RegTech - PEP, tax and accounting serta verification technology

Selanjutnya: OJK bakal manfaatkan teknologi untuk percepat proses pengaduan konsumen

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×