Reporter: Dendi Siswanto, Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Neraca Pembayaran Indonesia (NPI) pada kuartal I-2022 mencatatkan defisit US$ 1,8 miliar. Meski mencatatkan defisit, NPI masih tetap baik, sehingga menopang ketahanan eksternal.
Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI) Erwin Haryono menyatakan, dengan perkembangan tersebut, posisi cadangan devisa pada akhir Maret 2022 tercatat sebesar US$ 139,1 miliar atau setara dengan pembiayaan tujuh bulan impor dan utang luar negeri pemerintah serta berada di atas standar kecukupan internasional.
Selain itu, di kuartal I-2022, nilai transaksi berjalan melanjutkan surplus sebesar US$ 0,2 miliar atau 0,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Meskipun, lebih rendah dari pencapaian surplus pada kuartal sebelumnya yang mencapai US$ 1,4 miliar atawa 0,5% dari PDB.
"Kinerja positif tersebut ditopang oleh surplus neraca perdagangan nonmigas yang tetap kuat, seiring dengan harga ekspor komoditas global yang masih tinggi, seperti batubara dan CPO (minyak kelapa sawit mentah), di tengah peningkatan defisit neraca perdagangan migas yang sejalan dengan kenaikan harga minyak mentah dunia," kata Erwin, Jumat (20/5).
Baca Juga: Menkeu Sri Mulyani Ingatkan Stagflasi Hantui Perekonomian Indonesia
Sementara defisit neraca jasa meningkat sejalan dengan perbaikan aktivitas ekonomi yang terus berlanjut. Dan, kenaikan jumlah kunjungan wisatawan nasional ke luar negeri pasca pelonggaran kebijakan pembatasan perjalanan antarnegara dan penyelenggaraan ibadah umrah yang kembali Arab Saudi buka.
Di sisi lain, defisit neraca pendapatan primer di kuartal I-2022 membaik sehingga menopang berlanjutnya surplus transaksi berjalan. Kemudian, transaksi modal dan finansial juga mencatat defisit sebesar US$ 1,7 miliar atau 0,5% dari PDB. Meski begitu, Erwin bilang, ini membaik dibandingkan dengan defisit US$ 2,2 miliar atau 0,7% dari PDB pada kuartal IV 2021.
Selain itu, optimisme investor terhadap prospek pemulihan ekonomi domestik dan iklim investasi yang terjaga juga mendorong peningkatan aliran masuk neto investasi langsung pada tiga bulan pertama tahun ini menjadi sebesar US$ 4,5 miliar, lebih besar dibanding capaian pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar US$ 3,8 miliar.
Baca Juga: Tiga Hal Ini Jadi Pertimbangan Dalam Penyusunan Kebijakan Makro dan Fiskal 2023
Sementara ketidakpastian pasar keuangan global yang masih tinggi, seiring dengan meningkatnya ketegangan geopolitik Rusia-Ukraina dan rencana percepatan normalisasi kebijakan moneter di negara maju, menyebabkan aliran keluar investasi portofolio. Tapi, masih lebih kecil ketimbang kuartal IV-2021.
Hanya, transaksi investasi lainnya mencatat defisit yang lebih besar dari kuartal sebelumnya. Penyebabnya antara lain peningkatan piutang dagang dan penempatan ke aset valas sejalan dengan masih tingginya aktivitas ekspor.
Pemulihan lebih cepat
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman memaparkan, pihaknya telah merevisi proyeksi neraca transaksi berjalan tahun ini, dari sebelumnya -2,15% terhadap PDB menjadi 0,03% terhadap PDB.
Baca Juga: Menperin: Ekspor Industri Manufaktur Terus Naik Berkat Hilirisasi
Menurutnya, perubahan proyeksi neraca transaksi berjalan seiring percepatan pemulihan ekonomi domestik. Ia pun memperkirakan surplus neraca barang pada neraca transaksi berjalan tahun ini akan menyusut. Sebab, impor akan mengejar ekspor yang sebagian besar terjadi pada semester II-2022.
Faisal melihat, bahan baku dan barang modal yang mencapai 90% dari total impor menunjukkan pemulihan kegiatan investasi dan produksi yang akan mendorong permintaan barang-barang impor tersebut. "Namun, konflik Rusia-Ukraina bakal memperpanjang tren kenaikan harga komoditas," sebut dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News