kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Naik 13,29%, restitusi pajak capai Rp 176 triliun hingga Oktober 2021


Senin, 06 Desember 2021 / 05:15 WIB
Naik 13,29%, restitusi pajak capai Rp 176 triliun hingga Oktober 2021

Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Restitusi pajak tahun ini meningkat tajam. Catatan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), restitusi pajak sampai dengan akhir Oktober 2021 mencapai Rp 176,21 triliun, melonjak 13,29% year on year (yoy) dari periode sama tahun lalu yang senilai Rp 152,8 triliun.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Neilmaldrin Noor mengatakan, restitusi pajak merupakan hak setiap wajib pajak (WP). Meskipun dengan adanya pengembalian pajak dari jumlah yang dibayarkan WP itu berdapak pada potensi penerimaan negara.

Ia menyebut, tren pertumbuhan restitusi pajak mencerminkan bahwa dunia usaha merugi akibat dampak pandemi virus corona yang berlangsung sejak tahun lalu. Secara nominal per jenis pajak, jumlah restitusi sepanjang Januari-Oktober 2021 itu terbagi menjadi dua.

Pertama, restitusi yang disumbang dari pajak pertambahan nilai (PPN) Dalam Negeri atau PPN DN sebesar Rp116,21 triliun, tumbuh 10,47% yoy. Kedua, restitusi pajak penghasilan (PPh) Pasal 25/29 Badan sebesar Rp 50,78 triliun dengan pertumbuhan 15,84% yoy.

Baca Juga: Pemerintah bakal menarik pajak dari fasilitas pegawai seperti rumah dan mobil

Sementara itu, berdasarkan kategorinya secara kumulatif selama Januari sampai dengan Oktober 2021, realisasi restitusi normal sebesar Rp 95,38 triliun dengan pertumbuhan 3,29% yoy.

Lalu,restitusi dipercepat sebesar Rp 51,74 triliun dengan pertumbuhan sebesar 32,48% yoy. Terakhir, restitusi yang bersumber dari upaya hukum sebesar Rp 29,08 triliun dengan pertumbuhan sebesar 20,53% yoy .

“Kenaikan restitusi secara agregat terutama didorong oleh restitusi dipercepat yang naik hingga 32,48%, diikuti restitusi upaya hukum yang naik 20,53%,” kata Neilmaldrin kepada Kontan.co.id, Minggu (5/12).

Meski demikian, tren pertumbuhan realisasi restitusi di kedua jenis pajak tersebut tak mengganggu kinerja penerimaan. Sebab, sampai dengan akhir Oktober lalu masih terpantau tumbuh.

Data Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melaporkan penerimaan PPh Pasal 25/29 Badan sebesar Rp 152,2 triliun. Angka tersebut naik 13,4% yoy, jauh lebih baik dibandingkan Januari-Oktober 2020 yang minus 35% yoy.

Kemudian untuk realisasi PPN DN sepanjang Januari-Oktober 2021 tercatat sebesar Rp 236,7 triliun, tumbuh 13,3% yoy. Pencapaian ini mengindikasikan pemuliha, karena di periode sama tahun lalu basis pajak konsumen tersebut minus 11,1% secara tahunan.

Secara umum, total penerimaan pajak sampai dengan Oktober tahun ini mencapai Rp 953,62 triliun, tumbuh 15,32% yoy. Setara dengan 77,56% dari target akhir tahun 2021 sebesar Rp 1.229,58 triliun.

Di sisi lain, restitusi pajak nyatanya memang lekat dengan tindakan pindana perpajakan. Direktur Penegakan Hukum Ditjen Pajak Kemenkeu Eka Sila Kunsa Jaya mengatakan, kasus perpajakan sebagian besar berasal dari restitusi pajak yang diajukan oleh korporasi.

“Modus tindak pidana korporasi bermacam-macam. Dari mulai mengajukan restitusi yang tidak seharusnya. Tapi paling banyak terkait PPN, seperti faktur tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya,” ujarnya beberapa waktu lalu saat ditemui di acara Media Gathering Kanwil DJP Jakarta Selatan I.

Direktur Eksekutif Pratama-Kreston Tax Reasearch Institute (TRI) Prianto Budi Sapto mengatakan wajar jika realisasi restitusi pajak tumbuh hingga dua digit. Sebab, pemerintah juga telah memberikan insentif percepatan restitusi PPN dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

Baca Juga: Realisasi restitusi pajak hingga September 2021 capai Rp 160,75 triliun

Harapannya, insentif fiskal tersebut dapat membantu cashflow korporasi agar mampu bertahan di massa pandemi Covid-19. Ia mengatakan, dampak restitusi terhadap penegakkan hukum akan terlihat dalam empat tahun ke depan.

Karenanya, untuk dapat masuk ke proses pidana perpajakan, dibutuhkan waktu bagi otoritas dalam mengkaji kepatuhan perpajakan WP terkait. Hanya dia menilai seharusnya restitusi dipercepat tidak merugikan negara.

“Karana untuk mendapatkan restitusi dipercepat, harus memenuhi kriteria yang ketat, seperti wajib pajak patuh dan berorientasi ekspor,” ujar Prianto kepada Kontan.co.id, Minggu (5/12).

Namun demikian, ia mengatakan, dengan pemberian restitusi pajak, terbukti mendorong perekonomian dunia usaha, hingga berdampak positif kepada penerimaan pajak. Makanya, sampai dengan bulan lalu, penerimaan pajak tumbuh positif.  

Baca Juga: Pemerintah akan tawarkan dua skema pengampunan pajak dalam tax amnesty jilid II

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×