Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
"Kita berharap menyentuh itu, tapi tidak otomatis 200 juta ton. Tentu nanti akan B to B, tergantung kontrak, pasar dan kebijakan kuota impor dari pemerintah Tiongkok," kata Hendra.
Adapun, kesepakatan tersebut berlaku dengan jangka waktu tiga tahun dengan kuantitas target yang dapat ditinjau setiap tahun. Dalam penandatangan MoU tersebut, hadir anggota APBI yang menjadi eksportir batubara ke China, yaitu Adaro, Bukit Asam, Kideco, Indo Tambangraya Megah, Multi Harapan Utama, Berau dan Toba Bara. Kesepakatan yang diraih bernilai US$ 1,46 miliar atau sekitar Rp 20,6 triliun.
Hendra menekankan, nilai riil dari ekspor tersebut akan bergantung pada harga pasar dan kesepakatan kontrak. Yang pasti, itu bukan lah nilai keseluhan ekspor batubara Indonesia ke China.
MoU tersebut juga memfasilitasi perusahaan lainnya, bahkan non member APBI untuk bisa meningkatkan ekspor batubara ke China. "Jadi MoU ini kan diplomasi, kita berkirim sinyal, nanti ujungnya ditindak lanjuti B to B. Kita memberikan sentimen psoitif, bahwa peluang pasar China masih terbuka," sebut Hendra.
Baca Juga: Harga batubara acuan naik di akhir tahun, bagaimana prospek di 2021?
Terkait harga batubara, Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) Apollonius Andwie menilai, kenaikan HBA dalam 3 bulan beruntun menjadi sinyal positif bagi produsen batubara. Kata dia, kenaikan indeks harga merupakan hal yang dinantikan pelaku usaha sejak tren penurunan yang terjadi mulai April 2020.
"Tentu harapan kami ini menjadi sentimen positif untuk rebound pasar, seiring dengan pemulihan ekonomi yg terjadi saat ini. Untuk tahun 2021 kami masih optimis indeks harga akan terus membaik," kata Andwie ke Kontan.co.id, Kamis (3/12).
Senada, Direktur PT ABM Investama Tbk (ABMM) Adrian Erlangga juga melihat, prospek batubara untuk tahun depan akan lebih cerah. Bahkan, sentimen positif bisa berlanjut pada tahun 2022 seiring dengan penemuan vaksin yang akan mendorong pemulihan ekonomi pasca pandemi covid-19.
"Harga tahun 2020 rendah karena ada efek covid-19. Tapi secara fundamental kebutuhan batubara akan naik di regional," sebut Adrian.
Sedangkan PT Adaro Energy Tbk (ADRO) masih wait and see sambil tetap meneruskan strategi bisnisnya. Head of Corporate Communication ADRO Febriati Nadira mengatakan, harga batubara sulit untuk diprediksi, sehingga pihaknya tetap mengedepankan keunggulan operasional untuk menjaga kinerja yang solid.
Baca Juga: Arutmin Indonesia diberi IUPK hingga 2030, wilayah tambangnya diciutkan 40,1%
"Mengenai harga batu bara tidak bisa diprediksi. Yang dapat Adaro lakukan adalah terus menjalankan keunggulan operasional di seluruh mata rantai bisnis sehingga bisa menghasilkan kinerja operasional yang solid," terang Nadira.
HBA sendiri diperoleh dari rata-rata indeks Indonesia Coal Index (ICI), Newcastle Export Index (NEX), Globalcoal Newcastle Index (GCNC), dan Platts 5900 pada bulan sebelumnya. Kualitas yang disetarakan pada kalori 6322 kcal per kilogram GAR.
HBA menjadi acuan dalam jual beli komoditas batubara (spot) selama bulan tersebut, pada titik serah penjualan secara Free on Board di atas kapal pengangkut (FOB Vessel).
Selanjutnya: Pandemi corona masih menekan kinerja emiten batubara di kuartal III
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News