Sumber: Kompas TV | Editor: Noverius Laoli
Meski begitu, pejabat senior Taliban bulan lalu bertemu dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi di Tianjin. Dalam kesempatan itu, salah satu pentolan tertinggi Komisi Politik kelompok Taliban Mullah Abdul Ghani Baradar mengatakan, dia berharap China akan "memainkan peran yang lebih besar dalam rekonstruksi dan pembangunan ekonomi [Afghanistan] di masa depan."
Pada hari Senin, ketika Taliban kembali menggunakan nama lama negara itu, Imarah Islam Afghanistan, China mengatakan siap untuk "hubungan persahabatan dan kerja sama" dengan penguasa baru. Bukan main.
Media yang dikelola pemerintah China, sementara itu, menggambarkan bagaimana Afghanistan sekarang dapat mengambil manfaat dari Belt and Road Initiative yang diusung China. Inisiatif ini yaitu rencana infrastruktur kontroversial Beijing untuk membangun rute jalan, kereta api dan laut serta infrastruktur dari Asia ke Eropa.
Baca Juga: Taliban janjikan perdamaian dan hak-hak perempuan di bawah hukum Islam
Tetapi kekhawatiran tentang keamanan regional tetap harus ditangani. Luberan kekerasan ke negara-negara Asia Tengah lainnya dapat membuat jaringan pipa yang memasok sebagian besar minyak dan gas China menjadi rentan.
Beijing juga khawatir negara yang dilanda perang itu bisa menjadi tempat persembunyian bagi minoritas separatis Uighur di China dan bahwa kepentingan ekonominya akan dirusak oleh kekerasan yang terus berlanjut di Afghanistan.
"Operasi penambangan [Perusahaan China] MCC terganggu oleh ketidakstabilan di negara itu karena konflik antara Taliban dan mantan pemerintah Afghanistan," tambah Michael Tanchum, yang juga seorang rekan non-residen di Institut Timur Tengah (MEI).
"Jika Taliban dapat menyediakan kondisi operasional yang stabil bagi China, maka penambangan tembaga saja berpotensi menghasilkan pendapatan puluhan miliar dolar bagi Afghanistan, memacu pengembangan operasi penambangan untuk mineral lain di negara itu," kata Tanchum.