Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Keempat, perlindungan data. Jika berkaca kepada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi, pemrosesan data pribadi dilakukan sesuai dengan tujuannya.
Karena media sosial tujuannya untuk hiburan, maka data yang didapat dari situ tidak untuk diperdagangkan.
"Data demografi pengguna dan agregat pembelian sangat memungkinkan untuk diduplikasi sebagai basis pembuatan produk sendiri atau terafiliasi oleh platform yang menjalankan bisnis secara bersamaan," kata Fiki.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan hal senada. Menurutnya sebuah platform memang sudah sewajarnya untuk dilarang menjalankan bisnis media sosial dan e-commerce secara bersamaan.
Jika tidak diatur, berpotensi menghadirkan persaingan dagang yang tidak sehat. Menurut Bhima, pemisahan ini diperlukan salah satunya untuk menjaga keamanan data. Penyalahgunaan data akan lebih sulit dilakukan jika terbagi di dua platform berbeda.
Baca Juga: Jokowi Beri Tanggapan Soal Kisruh TikTok Shop
“Selain itu, pengawasan yang dilakukan juga dapat lebih optimal karena tidak tumpang tindih. Setidaknya algoritma media sosial tidak diarahkan untuk kepentingan penjualan barang di e-commerce,” kata Bhima.
Pemerintah baru saja mengesahkan Permendag Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Regulasi anyar itu salah satunya mengatur tentang pemisahan bisnis antara media sosial dan e-commerce atau social commerce.
Social commerce hanya diperbolehkan sebagai sarana untuk memberikan penawaran barang dan atau jasa.
"PPMSE dengan model bisnis Social-Commerce dilarang memfasilitasi transaksi pembayaran pada Sistem Elektroniknya," bunyi Pasal 21 ayat (3).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News