Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah membeberkan berbagai permasalahan dalam implementasi jaminan sosial pekerja migran Indonesia (PMI). Permasalahan tersebut baik dari sisi regulasi maupun dari sisi tata kelola.
"Terdapat 6 permasalahan regulasi dalam implementasi jaminan sosial pekerja migran Indonesia," ujar Ida dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Senin (24/5).
Ida pun merinci, 6 permasalahan tersebut antara lain: pertama, CPMI/PMI yang tidak tercover jaminan sosial. Kedua, pembayaran iuran untuk jaminan sosial perlindungan selama bekerja bagi PMI dengan kontrak di bawah 2 tahun disamakan dengan kontrak kerja jangka waktu 2 tahun.
Ketiga, perlu adanya pengaturan perpanjangan masa berlaku perlindungan sebelum bekerja yang dikarenakan kebijakan penutupan sementara penempatan PMI.
Baca Juga: Kemnaker targetkan revisi Permenaker tentang Jaminan Sosial PMI segera rampung
Keempat, belum terlaksananya kerja sama antar BPJS Ketenagakerjaan dengan Lembaga pemerintah/swasta untuk mengcover risiko yang belum/tidak bisa dicakup oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Kelima, belum terlaksana dengan baik pelaporan pelaksanaan jaminan sosial oleh oleh BPJS Ketenagakerjaan kepada Menaker.
"Keenam, persyaratan akta kematian untuk pengajuan klaim JKM bagi ABK sulit dipenuhi, khususnya terhadap ABK yang hilang di laut karena kecelakaan/tenggelamnya kapal," tambah Ida.
Sama seperti permasalahan dari sisi regulasi, Ida juga membeberkan ada pula 6 permasalahan tata kelola dalam implementasi jaminan sosial bagi PMI ini.
Permasalahan pertama, belum tercovernya perlindungan bagi PMI mengalami kecelakaan kerja pada saat bekerja dan membutuhkan perawatan di negara penempatan.
Kedua, manfaat JKK dan JKM belum sejalan dengan PP No. 82/2019 terkait Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
Ketiga, adanya persyaratan lain dalam pengajuan klaim di luar persyaratan yang sudah diatur dalam Permenaker No. 18 tahun 2018 tentang Jamsos PMI.
Keempat, belum adanya bantuan bagi anak PMI yang belum memasuki jenjang Pendidikan, dan orang tuanya (PMI) mengalami cacat total atau meninggal dunia.
Kelima, terbatasnya akses bagi PMI yang akan melakukan perpanjangan kepesertaan dari negara penempatan dalam pembayaran iuran. dan yang terakhir, pengajuan klaim masih bersifat manual sehingga kesulitan dalam mengetahui progres pengajuan klaim.
Ida juga menyebut ada beberapa hal yang dilakukan Kemnaker sebagai langkah perbaikan, mulai dari melakukan Revisi Permenaker nomor 18 tahun 2018 tentang Jaminan Sosial Pekerja Migran Indonesia. Juga Penyesuaian manfaat sesuai dengan PP 82/2019 tentang Perubahan Atas PP Nomor 44 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
Baca Juga: Ada dugaan kebocoran data BPJS Kesehatan, ini kata BPJS Watch
Tak hanya itu, akan dilakukan perluasan manfaat jaminan sosial bagi PMI, mempermudah pengajuan klaim, mengubah mekanisme dalam pembayaran iuran.
"Keenam, kemudahan perpanjangan kepesertaan dengan sistem yang terintegrasi," kata Ida.
Sementara, perbaikan dari sisi tata kelola jamsis bagi PMI ini yakni mendorong Pelaksanaan Pasal 29 ayat (4) Undang-Undang Nomor 18 tahun 2017 mengenai Kerjasama antar BPJS Ketenagakerjaan dengan Lembaga Pemerintah dan/atau Swasta untuk mengcover risiko yang belum/tidak bisa dicakup oleh BPJS Ketenagakerjaan.
Lalu, mendorong BPJS Ketenagakerjaan untuk menyusun action plan dalam mengimplementasikan peraturan menteri ketenagakerjaan tentang jaminan sosial bagi PMI, serta pelaksanaan pelaporan sesuai Pasal 38 Permenaker No. 18 Tahun 2018, sebagai dasar Evaluasi pelaksanaan Jaminan sosial bagi PMI.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News