Sumber: Channel News Asia | Editor: S.S. Kurniawan
KONTAN.CO.ID - MANILA. Militer Filipina memerintahkan pengerahan lebih banyak kapal perang ke Laut China Selatan pada Kamis (25 Maret), di tengah pertikaian diplomatik yang berkembang atas armada kapal Cina yang diparkir di dekat karang yang disengketakan.
China mengklaim hampir keseluruhan laut yang kaya sumber daya itu, dan minggu ini dituduh oleh Amerika Serikat atas upaya untuk "mengintimidasi dan memprovokasi orang lain" dengan memarkir kapalnya di dekat Whitsun Reef.
Manila telah memerintahkan Beijing untuk menarik 183 perahu tersisa di terumbu berbentuk bumerang, sekitar 320 km Barat Pulau Palawan, menggambarkan kehadiran mereka sebagai serangan atas wilayah kedaulatan Filipina.
Sekitar 220 kapal terdeteksi oleh Penjaga Pantai Filipina pada 7 Maret, tetapi baru Manila publikasikan akhir pekan lalu. Patroli udara militer Filipina di atas terumbu karang tersebut pada Senin (23 Maret) menemukan 183 masih di sana.
Baca Juga: AS tuduh China gunakan milisi maritim di Laut China Selatan untuk ancam negara lain
China mengatakan, ratusan kapal penangkap ikan mereka berlindung dari cuaca buruk di dekat terumbu karang, yang Beijing klaim sebagai bagian dari Kepulauan Spratly di Laut China Selatan yang diperebutkan.
Mengutip Channel News Asia, seorang juru bicara Angkatan Bersenjata Filipina menyatakan, kapal perang Angkatan Laut tambahan akan melakukan "patroli kedaulatan" di perairan tersebut.
Tapi, dia tidak menyebutkan, apakah kapal perang Filipina akan mendekati terumbu karang atau jenis kapal perang apa yang dikirim ke perairan itu.
Duterte hanya menyatakan keprihatinan
Perselisihan diplomatik Filipina dan China telah meningkat dengan beberapa negara, termasuk Kanada, Australia, dan Jepang, menyatakan keprihatinan atas ketegangan baru di kawasan tersebut.
Baca Juga: Filipina: Ratusan kapal nelayan China yang berlabuh merupakan tindakan provokatif
Beijing sering menggunakan apa yang mereka sebut sembilan garis putus-putus untuk membenarkan hak historisnya yang nyata atas sebagian besar Laut China Selatan, yang sebagian juga diklaim oleh Taiwan, Malaysia, Filipina, dan Brunei.
China telah mengabaikan keputusan pengadilan internasional tahun 2016 yang menyatakan, pernyataan tentang sembilan garis putus-putus tidak berdasar.
Hubungan Filipina-China telah menghangat di bawah Presiden Rodrigo Duterte, yang telah mengupayakan kerjasama ekonomi yang lebih besar dengan Beijing.
Duterte telah berulang kali mengatakan, konflik dengan China akan sia-sia dan Filipina akan kalah dan sangat menderita dalam prosesnya.
Pekan ini Duterte bertemu dengan Duta Besar China untuk Filipina dan menyatakan keprihatinan atas keberadaan kapal-kapal itu, juru bicara Kepresidenan Filipina Harry Roque mengatakan Kamis.
Tapi, Roque menegaskan, "tidak ada kontroversi nyata karena mereka (China) tidak bersikeras untuk tinggal di sana secara permanen".
Selanjutnya: Berseteru dengan China, Duterte berjanji untuk melindungi wilayah maritim negaranya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News