Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perjanjian Kerja sama Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP) telah resmi ditandatangani, hari ini Minggu, (15/11).
Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag) Iman Pambagyo pun mengatakan,berdasarkan berbagai kajian, RCEP berpotensi memberikan berbagai manfaat kepada Indonesia.
Berbagai manfaat tersebut mulai dari peningkatan produk domestik bruto (PDB), mendorong ekspor, investasi dan lainnya.
Misalnya berdasarkan kajian Badan Kebijakan Fiskal (BKF) pada tahun 2019, dinyatakan bahwa Indonesia bisa meningkatkan GDP 0,05% selama periode 2021-2032 bila mengikuti RCEP.
Baca Juga: Asia bakal punya blok perdagangan terbesar di dunia, China paling diuntungkan?
"Namun sebaliknya bila tidak ikut RCEP, maka GDP Indonesia akan mengalami penurunan 0,07% selama periode yang sama, 2021-2032," kata Iman dalam konferensi pers, Minggu (15/11).
Kajian lain yang dilakukan Kemendag pada 2016 pun menunjukkan, RCEP ini akan memberikan welfare gain bagi Indonesia sekitar US$ 1,52 miliar.
Welfare gain ini merupakan surplus yang didapatkan konsumen dan produsen dari sebuah transaksi. Bila dari perspektif konsumen welfare gin didapat bila harga yang mampu dibayar konsumen lebih besar dari harga faktual di pasar, sementara dari perspektif produsen, welfare didapat bila harga yang mampu mereka tawarkan ke pasar lebih kecil dari harga faktual di pasar.
Kajian dari Kemendag ini pun menunjukkan Indonesia berpotensi meningkatkan defisit neraca perdagangan sebesar US$ 491,46 juta. Meski begitu. iman mengatakan potensi defisit ini bisa diimbagi dengan memaksimalkan surplus dan supply chain dari aspek backward linkage dan forward linkage.
Baca Juga: Asia to form world's biggest trade bloc, a China-backed group excluding U.S.
"Artinya kita input bahan baku yang kompetitif untuk kita proses dan kita ekspor dan memanfaatkan forward linkage artinya kita mengekspor bahan baku, setengah jadi untuk diolah di negara RCEP lain," terang Iman.
Tak hanya itu, kajiani ini juga menunjukkan ada 6.050 pos tarif Indonesia yang memiliki keterkaitan kuat dalam hal ekspor-impor ke dan dari kawasan RCEP. Artinya, sebagian besar produk Indonesia yang berkaitan dengan 6.050 pos tarif tersebut diperdagangkan di kawasan RCEP.
Lebih lanjut, Center for Indonesian Policy Studies pun melakukan kajian pada 2020. Kajian ini mengatakan Indonesia bisa memanfaatkan spill-over effect dari FTA yang dimiliki anggota RCEP dengan negara non-RCEP, dimana terdapat potensi peningkatan ekspor sebesar 7,2% melalui perluasan peran Indonesia dalam global supply chain.
"Diidentifikasi bahwa dalam 5 tahun setelah ratifikasi, ekspor Indonesia akan meningkat sekitar 8%-11%, dan investasi juga akan meningkat sekitar 18%-22%," kata Iman.
Baca Juga: Jokowi bicara ketahanan kesehatan sampai integritas ekonomi di KTT Asean
Tak hanya itu, kajian ini juga menunjukkan RCEP dapat meningkatkan GDP kumulatif negara-negara anggota sekitar US$ 137 miliar, dimana menurut Iman, dengan peningkatan GDP negara anggota ini maka akan ada peningkatan daya beli masyarakat negara RCEP, sehingga ada peningkatan supply dan demand.
Sementara berdasarkan kajian Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA), RCEP dinyatakan akan berkontribusi pada ASEAN comprehensive recovery framework dan akan memperluas perdagangan ASEAN dengan economic powerhouse di Asie Timur melalui peningkatan supply chain connectivity di era new normal.
Meski begitu, manfaat-manfaat tersebut pun tidak akan bisa didapatkan Indonesia secara maksimal bila tidak dilakukan perubahan secara mendasar yakni adanya program penguatan daya saing di berbagai sektor.
Adapun, secara kumulatif RCEP ini tanpa India, mewakili 29% PDB dunia, 27,1% perdagangan dunia, 29,3% FDI dunia dan 29,6% populasi dunia.
Selanjutnya: RCEP akan ditandatangani di tengah tekanan ekonomi ASEAN
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News