Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Temuan baru ini menambah nuansa pada teori sebelumnya yang disebut ketidakstabilan tebing es laut, yang menyatakan bahwa jika ketinggian tebing es mencapai ambang tertentu, ia dapat tiba-tiba hancur karena beratnya sendiri dalam reaksi berantai dari patahan es.
Gletser Thwaites di Antartika yang kerap disebut sebagai "Gletser Kiamat", bergerak mendekati ambang batas ini dan dapat berkontribusi hampir 3 kaki terhadap kenaikan permukaan laut jika terjadi keruntuhan total.
Gletser kiamat di Antartika ini berukuran 74.000 mil persegi, kira-kira seukuran Florida, dan sangat rentan terhadap perubahan iklim dan laut.
Baca Juga: Dampak bumi berputar lebih cepat: 2021 jadi tahun terpendek dalam beberapa dekade
Tim peneliti juga menemukan bahwa gunung es yang retak dan jatuh dari gletser utama dalam proses yang dikenal sebagai "iceberg calving" sebenarnya dapat mencegah, daripada berkontribusi, keruntuhan bencana.
Jika bongkahan es terjebak pada singkapan di dasar laut, mereka dapat memberikan tekanan balik pada gletser untuk membantu menstabilkannya.
Bassis mencatat, jika gletser tidak runtuh secara besar-besaran, mengekspos tebing tinggi masih bisa memicu kemunduran beberapa kilometer per tahun. Hal ini dapat menghasilkan kontribusi besar terhadap kenaikan permukaan laut di masa depan.
Baca Juga: Gerhana matahari cincin 10 Juni, bisakah dilihat dari Indonesia?
Meskipun jelas bahwa Thwaites dan gletser lainnya mencair, kecepatan kematian mereka sangat menarik bagi daerah pesisir saat mereka mengembangkan strategi untuk beradaptasi dan membangun ketahanan.