Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Khomarul Hidayat
Direktur Utama KPI Djoko Priyono memaparkan lebih lanjut mengenai tren kebutuhan BBM dan petrokimia dengan horizon waktu yang lebih pendek, yakni hingga 2030 mendatang.
Ia mengatakan, tren permintaan BBM seperti produk avtur, gasoil dan gasoline, kebutuhannya terus meningkat 3% pertahun sampai dengan 2030. Diperkirakan kebutuhan BBM sebesar 1,5 juta barrel per-hari dan saat ini kapasitas kilang hanya sekitar 729.000 barrel per-hari. Artinya, ada gap antara kebutuhan dan kapasitas kilang sebesar 830.00 barrel per-hari.
Kemudian untuk produk petrokimia yakni paraxylene, polyethilyne, dan polyprophelyne akan terjadi kenaikan permintaan sampai 5% per-tahun hingga 2030 mendatang. Djoko menjelaskan, proyeksi kebutuhan produk petrokimia ini sampai dengan 2030 mencapai 7.646 kilo ton per-tahun.
Sedangkan, saat ini petrokimia yang diproduksi Pertamina baru 1.660 kilo ton per-tahun sehingga ada peluang 5.986 kilo ton per-tahunnya.
"Tentunya gap ini menjadi pemikiran Pertamina melalui KPI, bagaimana kami melakukan closing the gap ini dan menghadapi transisi energi," ujarnya dalam kesempatan yang sama.
Ada sejumlah inisiatif yang dikembangan Pertamina melalui KPI di sektor energi dan petrokimia, utamanya juga untuk menutup gap permintaan di 2030 mendatang.
Baca Juga: Pertamina Rosneft gandeng PLN sediakan listrik pada pembangunan kilang GRR Tuban
Khusus untuk memenuhi kebutuhan BBM, KPI meningkatkan atau upgrade lima refinery eksisting yakni RU II Dumai, RU III Plaju, RU IV Cilacap, RU V Balikpapan, dan RU VI Balongan. KPI akan meningkatkan profitabilitas refinery dengan memproduksi produk bernilai tinggi.
Untuk mengantisipasi terjadi penurunan kebutuhan BBM, KPI akan mengembangkan kilang yang dapat mengkonversi BBM ke produk petrokimia, hilirisasi petrokimia, hingga farmasi.
Khusus untuk pengembangan petrokimia, KPI mengembangkan grass root refinery (GRR) Tuban yang terintegrasi dengan kompleks petrokimia yang diakui Djoko akan dibangun di Tuban.
"Dengan kapasitas terpasang sebesar 300.000 barrel crude processing maka yang diintegrasikan dengan petrokimia sebesar 1.078 kilo ton per-tahun untuk naphta cracker sehingga GRR tubah dapat memproduksi 30% kebutuhan petrokimia di Indonesia," ujar Djoko.
Insiaitif lain dalam pengembangan petrokimia ialah, pengembangkan pabrik petrokimia PT Trans-Pacific Petrochemical Indotama (TPPI). Rencananya, kapasitas produk paraxylene dan olefin TPPI akan dinaikkan.
Terakhir, KPI juga akan mengembangkan produk turunan dari kilang. Djoko bilang, inisiatif ini tentunya akan memperhatikan hingga ke produk-produk downstream, seperti carbon black yang digunakan untuk bahan baku ban, isopropyl alchol, dan N-Paraffin.
"Semua bahan baku ada di kilang bisa dikonversi ke produk tersebut untuk sampai ke end costumer. Ini yang akan dikembangkan yakni mengantisipasi transisi energi mengarah pada EBT dan nanti juga kebutuhan fosil mengalami penurunan," ujarnya.
Djoko berharap, melalui inisiatif-insiatif ini, KPI dapat memenuhi kebutuhan BBM dan petrokimia di masa yang akan datang serta membangu pemerintah mengurang CAD.
Selanjutnya: Kilang Pertamina Internasional tambah kapasitas tanki penyimpanan minyak mentah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News