Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dadan Kusdiana, Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, mengatakan pihaknya memiliki program pertahapan untuk mandatori bahan bakar nabati/biofuel. Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) menargetkan realisasi biofuels sampai dengan 2025 sesuai sebesar 13,9 juta KL.
Adapun di 2021, Dadan memproyeksikakan realisasi mandatori biofuel bisa melewati target yang dicanangkan yakni 9,2 juta KL lantaran pertumbuhan ekonimi lebih cepat dibandingkan proyeksi sebelumnya. Dadan menegaskan, Kementerian ESDM terus mendorong tingkat pemanfaatan bahan bakar nabati.
"Kementerian ESDM sudah ada roadmap sampai 2035 untuk biodiesel supaya terjaga dengan baik. Kami juga memastikan bahwa pemanfaatan ini melibatkan petani, sehingga mereka mendapatkan manfaat dari program mandatori biofuels," jelasnya dalam Webinar Kilang Dalam Transisi Energi, Roadmap Pengembangan Kilang dan Petrokimia, Green Fuel Serta Hilirisasi Produksi yang digelar Energy and Mining Editor Society (E2S), Selasa (16/11).
Baca Juga: Perkuat industri hilir dalam negeri, pemerintah kelak bakal larang ekspor CPO
Dadan mengatakan, mencontohkan pemanfaatan biofuel sudah dilakukan oleh PT Pertamina. Dadan menegaskan, pihaknya terus mendorong Pertamina menjalankan program mandatori biofuels berbasis hydrokarbon yang sudah tertuang dalam roadmap hingga 2030.
Pada September 2021, Menteri ESDM meluncurkan bioavtur untuk pesawat terbang yang sekaligus menunjukkan Indonesia sudah bisa memproduksi bioavtur dengan teknologi sendiri. “Untuk berbasis hydro karbon, di Plaju output-nya bioavtur. Di Cilacap sedang berjalan, termasuk pengembangan katalis di Cikampek,” kata Dadan.
Menurut Dadan, beberapa hal yang disiapkan terkait pemanfaatan green fuel dengan kilang adalah menyusun timeline persiapan implementasi beyond B30, menyepakati spesifikasi untuk pencampuran untuk beyond B30, memastikan ketersediaan feedstock, dan kesiapan badan usaha.
Selain itu memastikan industri penunjang, mempersiapkan regulasi pendukung, mempersiapkan roadtest yang melibatkan stakeholder terkait serta memastikan ketersediaan pendanaan/insentif, infrastruktur pendukung dan melakukan sosialisasi secara masif.
Muhidin, Koordinator Pengolahan Migas Ditjen Migas Kementerian ESDM, mengatakan ke depan dengan pertumbuhan ekonomi, penduduk dan perkembangan yang ada kebutuhan migas meningkat.
“Dari sisi volume sangat besar harus diambil langkah strategis untuk mendukung dicapainya kedaulatan energi. Kalau kita tetap bergantung pada energi fosil dengan produksi yang minyak yang berkebutuhan pada bahan bakar sangat besar,” katanya.
Menurut Muhidin, pengembangan kilang dan grass root refinery (GRR) Tuban akan mengurangi impor BBM. Degan pemanfaatan biofuel ketergantungan pada impor BBM juga akan berkurang.
“Di Pertamina juga ada kilang biorefinery. Ini terobosan bagus dengan bahan baku dari CPO maupun RBDPO (refined, bleached and deodorized palm oil). Ketergantungan juga akan berkurang dan selain itu produk yang dihasilkan ramah lingkungan sehingga emisi dari gas buang dan industri menjadi lebih bagus,” ungkapnya,
Sementara itu, Salis S Aprillian, Vice Chairman of Indonesian Gas Society (IGS), menjelaskan minyak bumi tidak hanya BBM, tapi juga bisa memproduksi petrokimia. Dengan integrasi dan konversi, minyak di seluruh dunia akan bertransformasi karena ke depan ada tiga yang harus ditakuti oleh pengusaha di bisnis energi.
“Dekarbonisasi, desentralisasi, dan digitalisasi. Teknologi saat ini akan men-disrupt semua pelaku pengguna energi sehingga harus comply. 3D ini mengatur peran di feature energy,” kata Salis.
Selanjutnya: Kementerian ESDM pastikan program B30 berjalan lancar meski harga CPO meroket
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News