Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menjamin peningkatan porsi pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) pada Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang tengah disusun.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana mengungkapkan dalam RUPTL yang tengah disusun maka porsi EBT bakal mencapai 48% dan sisa 52% masih akan ditopang pembangkit berbahan fosil.
"Dibandingkan RUPTL yang sekarang dimana komposisi EBT 30% dan fosil 70% sekarang kita perbarui untuk 2021-2030 yang kita susun lebih hijau dengan komposisi EBT 48% dan fosil 52% jadi besok lusa mungkin porsi EBT akan lebih besar," terang Rida dalam RDP bersama Komisi VII DPR RI, Kamis (27/5).
Baca Juga: Kementerian ESDM izinkan PLN bangun PLTD di Maluku
Rida melanjutkan, saat ini proses diskusi masih berlangsung dan diharapkan dalam waktu dekat dapat segera disahkan. Nantinya, ditargetkan akan ada penambahan pembangkit mencapai 41 Giga Watt (GW).
Rida mengungkapkan penambahan kapasitas ini merujuk pada proyeksi demand listrik 10 tahun ke depan dan demi menjaga tingkatan reserve margin. "Insyallah dalam waktu dekat bisa diselesaikan dan jadi patokan kita semua termasuk investor dalam negeri maupun luar negeri," jelas Rida.
Adapun, dari besaran 41 GW tambahan kapasitas pembangkit selama 10 tahun ke depan sekitar 34.528 MW telah selesai didiskusikan sementara 6.439 MW masih perlu diskusi lebih lanjut.
Dalam roadmap yang ada, pada tahun ini penambahan kapasitas ditargetkan sebesar 8.915 MW didominasi PLTU/MT sebesar 4.688 MW dan PLTG/GU/MG/MGU sebesar 3.467 MW. Sisanya sebesar 22 MW bersumber dari PLTD dan sekitar 737 MW dari pembangkit EBT yang terdiri dari PLTA, PLTP, PLTBio, PLTH dan PLTS.
Komposisi pembangkit PLTU/MT masih akan mengisi sistem pembangkit hingga 2027 kendati besaran kapasitasnya mulai berangsur menurun.
Wakil Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo mengungkapkan dengan besaran kapasitas terpasang saat ini mencapai 63,2 GW maka penambahan sekitar 40 GW dalam 10 tahun ke depan bakal membuat total kapasitas terpasang mencapai hampir 100 GW. "Penambahan EBT sekitar 16,1 GW atau mendekati 40% terdiri dari PLTA, PLTP dan EBT lainnya," kata Darmawan.
Darmawan menambahkan, bukan tidak mungkin seiring pengembangan teknologi kedepannya maka pemanfaatan EBT dapat terus didongkrak.
Setop bangun PLTU
Pemerintah memastikan telah menyepakati untuk tidak lagi membangun PLTU pasca 2025. Rida menjelaskan dalam RUPTL yang tengah disusun, pihaknya mengambil kebijakan untuk tidak lagi menerima usulan PLTU baru. "Meluruskan yang sudah terlanjur ada minimum yang telah tahapan konstruksi atau Financial Close (FC). Ujungnya kita akan menuju net zero emmision," kata Rida.
Darmawan menambahkan, nantinya dalam pelaksanaan program 7 GW dan megaproyek 35 GW pihaknya berkomitmen untuk bisa dirampungkan pada 2026 mendatang dimana bauran pembangkit batubara masih mendominasi. "Tentu saja bauran batubara paling tinggi itu 62,4% karena sudah COD, ada pembangkit yang otomatis masuk sistem kami," ujar Darmawan.
Sebagai langkah mengganti suplai listrik yang selama ini ditopang PLTU, PLN merencanakan penyediaan PLT EBT baseload sebesar 1,1 GW pada 2025 mendatang. Selanjutnya, di 2030 diharapkan penghentian operasi supercritical tahap pertama sebesar 1 GW dapat dilakukan dan pada 2035 sebesar 9 GW.
Jumlah ini kemudian meningkat menjadi sebesar 10 GW untuk retirement PLTU supercritical di 2040. Diharapkan pada 2060 nanti upaya menuju carbon neutral dapat terwujud.
Selanjutnya: Kementerian ESDM targetkan pengembangan sektor hulu PLTS
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News