kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.345.000 0,75%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Kata Serikat pekerja terkait pengaturan pesangon dalam RPP UU cipta kerja


Senin, 11 Januari 2021 / 05:10 WIB
Kata Serikat pekerja terkait pengaturan pesangon dalam RPP UU cipta kerja

Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -   JAKARTA. Pemerintah telah mengupload draf Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) di sektor ketenagakerjaan. Salah satu draf tersebut adalah RPP tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja dan Waktu Istirahat, Serta Pemutusan Hubungan Kerja.

Sekjen Organiasi Pekerja Seluruh Indonesia (OPSI) Timboel Siregar menyoroti pengaturan pesangon dalam RPP UU Cipta kerja. Sebab, terdapat sejumlah pengaturan dalam RPP yang menyebut bahwa pengusaha dapat memberi pesangon setengah dari pengaturan yang ada di UU cipta kerja.

Misalnya, pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena mengalami kerugian tidak secara terus menerus selama 2 (dua) tahun.

“Jadi memang harus ada kepastian. Dua tahun berturut – turut itu penting karena memang tidak mampu lagi,” kata Timboel ketika dihubungi, Minggu (10/1).

Baca Juga: Kemenaker telah menyerahkan draf RPP pesangon

Kemudian, Timboel menyoroti aturan yang menyebut bahwa pengusaha dapat memberi pesangon setengah dari pengaturan yang tercantum di UU cipta kerja.

Diantaranya karena alasan Perusahaan melakukan efisiensi yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian; alasan Perusahaan dalam keadaan penundaan kewajiban pembayaran utang yang disebabkan Perusahaan mengalami kerugian; karena alasan Perusahaan pailit ; karena alasan Perusahaan tutup yang disebabkan keadaan memaksa (force majeur). Maupun disebabkan Perusahaan mengalami kerugian secara terus menerus selama 2 (dua) tahun.

Timboel meminta harus ada audit dari pihak eksternal perusahaan yang menyatakan bahwa alasan tersebut memang terjadi. Bukan karena klaim sepihak dari perusahaan.

“Itupun harus menjadi pertanyaan dan penelitian terlebih dahulu dari pengawas atau audit eksternal, bener atau tidak. Karena nyatanya terjadi kalau orang mengganti usaha atau menghapus kewajiban, dia ditutup, padahal dia sebenarnya ngga rugi ngga apa,” ujar Timboel.

Baca Juga: Serikat buruh dan pekerja akan kembali gelar aksi tolak UU Cipta Kerja besok



TERBARU

×