kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jika konsensus global pajak digital gagal diputus, Sri Mulyani ambil aksi unilateral


Kamis, 03 Desember 2020 / 06:00 WIB
Jika konsensus global pajak digital gagal diputus, Sri Mulyani ambil aksi unilateral

Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pemerintah Indonesia akan beraksi menarik pajak perusahaan digital apabila tahun depan konsensus global terkait pajak digital belum juga diputuskan.

Namun, Sri Mulyani menilai sebetulnya global taxasion agreement akan jauh lebih baik daripada aksi unilateral, karena memberikan kepastian. Alhasil, Sri Mulyani menyampaikan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, maka dari sisi income tax yang perusahaan digital asing dapatkan dari Indonesia, mereka berkewajiban menjalankan kewajiban perpajakan yang berlaku di Indonesia.

“Namun kalau tidak bukan berarti kita tidak bisa memungut perpajakannya, bedanya kita mungut tidak menggunakan formula yang digunakan dalam Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) pilar satu dan pilar dua,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers, Selasa (1/12).

Adapun basis income tax yang ditarik oleh pemerintah akan menggunakan skema pajak transaksi elektronik sebagaimana Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 yang melaksanakan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 yang bertujuan memberikan stimulus fiskal dalam rangka penangan dampak yang ditimbulkan pandemi Covid-19.

Baca Juga: Sri Mulyani jabarkan empat dukungan pemerintah terhadap sektor migas di Indonesia

UU 2/2020 menegaskan PTE baru dapat diterapkan apabila memenuhi dua syarat. Pertama, adanya pemenuhan kehadiran ekonomi signifikan atau significant economic presence (SEP) dari pelaku usaha PMSE luar negeri di Indonesia, dengan kata lain tidak perlu kehadiran fisik perusahaan. Kedua, pelaku usaha PMSE tersebut berasal dari negara mitra Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B).

Setidaknya, hingga saat ini dari sebanyak 70 P3B yang telah dilakukan Indonesia terdapat 69 P3B yang mengatur mengenai kriteria BUT dalam kesepakatannya.

Sri Mulyani menambahkan, PTE yang dipungut nantinya bakal menggunakan basis data subjek pajak luar negeri (SPLN) yang sudah menarik, memungut, dan melapor pajak pertambahan nilai (PPN) atas penjualan barang/jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia.

Baca Juga: Sri Mulyani: Kebutuhan energi terus naik seiring tujuan ekonomi Indonesia

“Ada estimasi income yang diperoleh pastinya bisa diestimasi dari pembayaran PPN yang saat ini dan akan terus berjalan, dan ini bisa saja dijadikan bahan untuk memungut pajak penghasilannya,” ujar Menkeu.

Sementara itu, Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, rencana Menkeu sudah cukup on the track dengan menawarkan solusi mengambil langkah unilateral, apabila konsensus pajak digital tidak mencapai kesepakatan di 2021.

Kendati demikian, Fajry menilai, nantinya pungutan PTE harus mengedepankan asas fairness. Sehingga, bukan berati SPLN yang sudah pungut PPN didahulukan untuk dikenakan. Tetapi, siapapun perusahaan digitalnya, siapa yang paling memungkinkan itulah yang akan dipungut oleh pemerintah nantinya.  

“Namun yang jelas musti ada threshold-nya, jadi untuk perusahaan digital yang kecil atau transaksinya tidak signifikan tidak akan dipungut,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Rabu (2/12).

Selanjutnya: Target penerimaan pajak 2021 Rp 1.229,6 triliun, Ditjen Pajak bersiap atur strategi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

×