kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Istilah Baru Runology Muncul di China Gara-gara Kebijakan Xi Jinping, Apa Itu?


Selasa, 22 November 2022 / 11:08 WIB
Istilah Baru Runology Muncul di China Gara-gara Kebijakan Xi Jinping, Apa Itu?
ILUSTRASI. Belakangan, pencarian online tentang cara untuk meninggalkan China meledak. Mengapa demikian? ANTARA FOTO/M. Irfan Ilmie

Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

KONTAN.CO.ID - BEIJING. Menyusul terpilihnya kembali Xi Jinping sebagai pemimpin Partai Komunis China bulan lalu, pencarian online tentang cara untuk meninggalkan China meledak. Di WeChat saja, lebih dari 60 juta orang mencari informasi tentang meninggalkan negara itu. 

Seminggu kemudian, dengan kasus COVID-19 yang meningkat secara nasional, jumlah pencarian yang sama naik menjadi 80 juta dalam satu hari.

Melansir Fox Business, kebijakan nol-COVID China diyakini sebagai gagasan yang dikeluarkan Xi Jinping. Lebih buruk lagi, orang yang bertanggung jawab atas penanganan bencana penguncian Shanghai awal tahun ini, Li Qiang, ditunjuk menjadi perdana menteri China berikutnya. Namun, kritik terhadap kebijakan nol-COVID di negara itu terus meningkat.

"Saya tidak pernah tertarik dengan politik, tapi sejak awal pandemi, banyak sekali hal yang keterlaluan terjadi. Kegilaan COVID ada di mana-mana. Saya merasa mata saya telah terbuka, dan saya tidak tahan lagi," kata Wang, seorang warga dari Shanghai.

Wang, tidak menggunakan nama aslinya, mengatakan kepada Fox News Digital bahwa pilihannya terbatas. 

"Saya ingin menolak, tapi saya tidak tahu caranya. Satu-satunya hal yang saya lakukan adalah menolak untuk mengikuti tes sesekali. Saya hanya ingin pergi dan menjalani kehidupan normal."

Baca Juga: Kasus Covid Merebak, Harga Minyak Dunia Kembali Loyo

Selain itu, dengan berita Beijing menghadapi wabah baru COVID-19 yang lebih serius, kemungkinan warga yang ingin keluar dari China akan terus meningkat.

Secara online, warga China terus menunjukkan kemarahan mereka. Mereka menuntut agar media yang dikendalikan negara melaporkan kebenaran tentang bagaimana kebijakan penguncian telah menghancurkan kehidupan orang-orang. 

Selain itu, beberapa kota telah mengeluarkan permohonan maaf atas penanganan penguncian kota atau telah berjanji untuk menjaga penduduk dengan lebih baik ke depannya.

Seorang pria berusia 20-an, dengan nama samaran Mou, mengatakan dia juga ingin keluar. 

“Belum lama ini, kakek rekan saya meninggal dunia pada usia 98 tahun. Dia ingin dikremasi, tetapi rumah duka menolak keluarga karena almarhum tidak memiliki tes COVID 48 jam yang valid. Percayakah Anda tentang hal itu? Semua kebijakan COVID ini sepertinya membuat orang lupa bagaimana menjadi manusia."

Baca Juga: Covid Melonjak di China, Mayoritas Bursa Saham Asia Melemah, Senin (21/11)

Kemunculan istilah runology

Keinginan untuk keluar dari negara komunis itu memunculkan istilah baru yang disebut "runology". Kata itu adalah plesetan dari karakter China dan pertama kali menjadi viral di awal penguncian Shanghai pada awal April.

Pengguna online China telah menggunakan istilah tersebut untuk mencegah sensor memblokir pesan tentang emigrasi. Meskipun dimulai dengan kata lari, kemudian berkembang menjadi runology, "studi" tentang cara lari dari Tiongkok. Selain banyak halaman tentang cara meninggalkan China, agen yang menawarkan visa jangka panjang bermunculan di internet.

Namun, meskipun minat untuk melakukan emigrasi meningkat, hanya sedikit orang yang dapat meninggalkan negara itu. Pada 2019, CGTN yang dikelola negara melaporkan bahwa sekitar sepersepuluh dari 1,4 miliar penduduk China memegang paspor yang sah. 

Pada tahun lalu, Administrasi Imigrasi Nasional China berhenti mengeluarkan paspor baru, visa keluar, dan izin polisi untuk meninggalkan negara itu untuk "perjalanan tidak penting" dalam upaya mengekang penyebaran COVID-19 melalui perjalanan internasional. 

Hanya orang dengan alasan penting untuk bepergian ke luar negeri yang dapat mendaftar.

Baca Juga: Pemimpin Hong Kong Dinyatakan Positif COVID-19 Pasca Menghadiri Forum APEC

Kota hantu

Reuters memberitakan, pada hari Minggu (20/11/2022), pejabat kota Beijing mendesak penduduk distrik Chaoyang yang luas - rumah bagi hampir 3,5 juta orang serta kedutaan dan menara perkantoran - untuk tetap berada di rumah pada hari Senin.

"Jumlah kasus yang ditemukan di luar karantina meningkat pesat saat ini, dan ada risiko penularan tersembunyi dari berbagai tempat," kata Liu Xiaofeng, wakil direktur Pusat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Beijing, dalam jumpa pers.

Dia menambahkan, "Tekanan terhadap Beijing semakin meningkat."

Data Reuters menunjukkan, ibu kota China melaporkan 621 infeksi baru pada Sabtu, naik dari 515 sehari sebelumnya. Per Minggu pada pukul 3 sore, Beijing mencatatkan penambahan 516 infeksi baru.

Adanya kebijakan tersebut membuat Beijing seperti kota hantu. Di Beijing, jalan-jalan lebih sepi dari sebelumnya karena bisnis yang tidak penting, termasuk pusat kebugaran dan toko persediaan hewan peliharaan di beberapa daerah, telah diperintahkan untuk ditutup, beberapa dengan pita pengaman dipasang di pintu. 

Polusi berat juga membuat sebagian besar penduduk di dalam ruangan. Sebagian besar lalu lintas di jalan melibatkan pengendara pengiriman dengan jaket biru atau kuning mereka.

Beberapa mal telah diminta tutup, tetapi supermarket dan restoran diizinkan buka untuk memastikan orang memiliki akses ke kebutuhan pokok.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×