kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini tantangan dalam pemanfaatan gas di sektor kelistrikan


Jumat, 03 September 2021 / 04:15 WIB
Ini tantangan dalam pemanfaatan gas di sektor kelistrikan

Reporter: Filemon Agung | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) menyebut upaya mendorong pemanfaatan gas di sektor ketenagalistrikan masih menemui sejumlah kendala.

Direktur Perencanaan Korporat PLN, Evy Haryadi mengungkapkan kebutuhan gas untuk Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) sejatinya diproyeksi bakal terus meningkat hingga 2030 jika merujuk pada Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang tengah disusun.

Proyeksi konsumsi gas untuk PLTG diprediksi meningkat dari 364 Tera British Thermal Unit (TBTU) saat ini menjadi 546 TBTU pada 2030 mendatang.

Kendati demikian, Haryadi mengungkapkan pemanfaatan gas masih menemui sejumlah kendala antara lain infrastruktur pipa gas serta persoalan komitmen jangka panjang untuk Liquified Natural Gas (LNG).

Baca Juga: Pemerintah siap guyur insentif untuk menarik minat investasi hulu migas

"Problem utama adalah gas ini terkait dengan pipa ini ada keterbatasan-keterbatasan, sementara jika terjadi kelangkaan batubara kalau menggunakan LNG harus komitmen jauh-jauh hari," jelas Haryadi dalam Gelaran IPA Convex 2021, Kamis (2/9).

Haryadi menjelaskan, kendala infrastruktur pipa membuat pengiriman gas ke pembangkit sulit dilakukan. Apalagi, PLN saat ini berencana melakukan konversi 52 Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) ke pembangkit berbahan bakar gas. Program ini ditargetkan rampung dalam dua tahun.

Haryadi mengungkapkan, lokasi PLTD yang mayoritas tersebar di Indonesia Timur membuat upaya distribusi gas membutuhkan metode dan infrastruktur yang lebih kompetitif ketimbang metode lainnya. Selain itu, diakui jumlah permintaan gas pun tidak begitu besar.

Sementara itu, Haryadi memastikan upaya penyediaan energi oleh PLN difokuskan pada tiga poin utama yakni keamanan energi, keterjangkauan energi dan keberlanjutan lingkungan hidup. "Kalau bicara lingkungan hidup, Energi Baru Terbarukan (EBT) lebih baik dari gas. Kalau masalah keamanan tentu di gas (lebih baik)," jelas Haryadi.

Baca Juga: Begini harapan pelaku usaha dalam pengembangan hilirisasi batubara

Sementara itu, mengenai aspek keterjangkauan, Haryadi menilai hal ini erat kaitannya dengan harga listrik yang dihasilkan. Untuk itu, diperlukan kalkulasi mana energi yang lebih kompetitif antara PLTG dan Pembangkit EBT. 

Haryadi melanjutkan, penyedia gas dihadapkan dengan tantangan untuk bisa menyediakan solusi harga yang lebih terjangkau bagi PLN. 

Haryadi mengungkapkan, dengan target konversi PLTD ke pembangkit gas sejatinya diharapkan mampu menekan biaya pembangkit PLN serta mengurangi besaran impor BBM. Dalam mencapai upaya tersebut, salah satu fasilitas yang digunakan yakni floating storage regassification unit (FSRU) milik PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN).

"Sayangnya karena harga infrastruktur LNG khususnya untuk FSRU atau yang land base itu jatuhnya menjadi mahal karena volume di tiap lokasi kecil maka total listrik ditambah gas itu jatuhnya lebih mahal dari diesel," ungkap Haryadi.

Haryadi menambahkan, PGN pun sampai saat ini belum bisa memenuhi hal tersebut apalagi saat ini harga gas di tingkat midstream atau pada fasilitas FSRU maupun land-based RU masih belum masuk secara keekonomian.

"Ini jadi tantangan mungkin ada insentif agar harga bisa ditekan sehingga harga midstream bisa rendah dan totally harganya untuk gantikan diesel ini lebih murah," pungkas Haryadi.

Selanjutnya: Ini roadmap pengembangan DME dan methanol Kementerian ESDM hingga 2045

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

×