Sumber: Reuters | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
PEREKONOMIAN CHINA - Investor global yang hengkang dari China memiliki satu pesan sederhana untuk para pemimpin negara tersebut: kesampingkan kehati-hatian untuk sementara waktu, dan mulailah membelanjakan uang dalam jumlah besar.
Melansir Reuters, para investor yang tadinya memiliki harapan besar terhadap ekonomi China kini menyerah dan kecewa. Para investor kehilangan kesabaran terhadap apa yang mereka lihat sebagai aksi China yang tidak koheren, lambat dan pelit untuk menghidupkan kembali perekonomiannya yang terpuruk dan meredakan krisis properti yang semakin parah.
Pemotongan suku bunga yang moderat dan janji dukungan yang tidak jelas bagi pengembang properti yang terlilit utang telah gagal memulihkan sentimen. Dan para pengelola dana (fund manager) bersikukuh bahwa mereka perlu melihat lebih banyak dana pemerintah mengalir ke ekonomi China sebelum mereka mempertimbangkan untuk kembali melakukan investasi.
Data yang dihimpun Reuters menunjukkan, indeks saham blue-chip CSI300 Tiongkok telah anjlok 9% dalam 13 sesi terakhir karena investor asing menarik 78 miliar yuan (US$ 10,73 miliar). Ini merupakan penjualan asing terpanjang sejak 2015.
"Pada titik ini terdapat kebingungan. Dan, selama masih ada kebingungan, maka kredibilitas akan berkurang dan itu berarti investor cenderung menjauh," kata Seema Shah, kepala strategi global di Principal Global Investors di London.
Baca Juga: Arab Saudi & Iran Gabung BRICS Bersama 4 Negara Lainnya
Dia menambahkan, “Satu-satunya jalan keluar adalah meningkatkan stimulus fiskal… karena kurangnya kepercayaan, penurunan suku bunga tidak cukup untuk meningkatkan permintaan kredit.”
Sementara itu, Chen Zhao, kepala strategi global di perusahaan riset Alpine Macro mengatakan, Beijing tampaknya lumpuh. Hal ini menyebabkan kekhawatiran di kalangan investor yang selama berbulan-bulan mengharapkan tindakan nyata China dalam menghadapi guncangan ekonomi.
Contoh yang menonjol adalah belanja besar-besaran pemerintah China selama Krisis Keuangan Global tahun 2008 dan intervensi cepat Tiongkok selama krisis pasar tahun 2015.
Zhao menganggap kurangnya respons kebijakan terhadap melemahnya perekonomian merupakan balas dendam yang mengerikan atas kebijakan keras kepala Tiongkok untuk nol Covid-19, yang berlangsung selama tiga tahun sebelum tiba-tiba dihapuskan pada bulan Desember lalu.
“Tidak ada kepanikan, dan tidak ada pesan dari pimpinan puncak mengenai rencana yang kohesif dan kredibel untuk menahan kemerosotan perekonomian,” tulisnya.
Baca Juga: Ekonomi China Melambat, Gubernur BI: Indonesia Bisa Andalkan Sektor Domestik
Peran pemerintah daerah
Hal yang paling diinginkan setiap investor adalah keinginan untuk melihat pemerintah China kembali melakukan pembelanjaan, terlepas dari risiko meningkatnya utang.
Sebagian besar analis berpendapat bahwa perekonomian membutuhkan lebih dari 4 triliun yuan yang diberikan China pada krisis tahun 2008, dan dana tersebut harus disalurkan ke pemerintah daerah dan bank.
Meskipun China telah berjanji untuk berbuat lebih banyak kebijakan untuk mendukung sektor properti dan belanja konsumen yang tertekan, namun hingga saat ini Tiongkok masih belum memberikan dana untuk hal tersebut.
Beijing telah menjanjikan subsidi bagi belanja konsumen untuk kendaraan listrik, elektronik, dan pariwisata, yang lebih baik daripada pajak atau bantuan tunai yang mungkin hanya dihemat daripada dibelanjakan. Namun subsidi harus datang dari pemerintah daerah. Kondisi yang terjadi saat ini adalah banyak pemerintah daerah yang kekurangan uang atau bahkan terlilit utang dan tidak mampu membayar pegawai negerinya.
Frederik Ducrozet, kepala penelitian makroekonomi di Pictet Wealth Management, mengatakan pemerintah daerah harus diizinkan untuk segera menerbitkan obligasi. Hal ini mengingat bagaimana pemerintah daerah di China hanya mampu menghasilkan dana tunai jauh lebih sedikit pada tahun ini dibandingkan pada tahun 2022.
Baca Juga: Xi Jinping di Pertemuan BRICS: Perekonomian China Tangguh!
“Untuk memberikan dampak yang signifikan, untuk menjadi pengubah permainan bagi perekonomian, saya pikir Anda harus meningkatkannya hingga beberapa kali lipat dari jumlah tersebut,” kata Ducrozet, mengacu pada penggalangan dana tahun lalu.
Pemerintah daerah dan sarana pendanaannya memainkan peran penting dalam mendanai proyek-proyek infrastruktur, yang secara tradisional merupakan salah satu pendorong pertumbuhan ekonomi terbesar.
Kehati-hatian Beijing terhadap keuangan sudah berlebihan, kata beberapa analis.
“Ketakutan akan meningkatnya utang sektor publik adalah hal yang salah dan tidak perlu, dan kegagalan untuk mengambil tindakan akan menimbulkan kerusakan pada perekonomian yang membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk pulih,” kata Zhao.
Bank UBS memperkirakan total utang pemerintah Tiongkok mencapai 111 triliun yuan pada tahun 2022, yang sebagian besar merupakan utang pemerintah provinsi yang sedang mengalami kesulitan. Namun, utang negara dengan perekonomian terbesar kedua di dunia ini lebih kecil dibandingkan Jepang atau Amerika Serikat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News