Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Asosiasi Mainan Indonesia (AMI) keberatan dengan diberlakukannya peraturan baru tanpa masa transisi yaitu Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian yang telah di keluarkan oleh Kementerian Perindustrian pada bulan Februari 2021 sebagai peraturan turunan dari UU Omnibus law.
Ketua Umum Asosiasi Industri Mainan (AMI), Sutjiadi Lukas mengatakan dalam peraturan tersebut mengatur pelaksanaan pengajuan SNI bagi mainan impor harus melalui Lembaga Sertifikasi dengan beberapa syarat yang dinilai memberatkan pelaku usaha dalam kondisi pandemi Covid-19 saat ini.
"Implementasi kebijakan ini tanpa ada masa transisi dan tidak ada sosialisasi sebelumnya sehingga Lembaga Sertifikasi sebagai pelaku pelaksana dan pengusaha tidak siap. Hal ini dikhawatirkan akan berakibat pada penghentian impor mainan dalam satu bulan hingga tiga bulan ke depan," jelasnya kepada Kontan.co.id, Kamis (20/5).
Jika terjadi penghentian importasi, Sutjiadi bilang akan mengancam keberlangsungan usaha para UKM mainan di seluruh Indonesia yang di perkirakan ada lebih dari 10.000 UKM dan lebih dari 50.000 karyawan yang bisa terancam bangkrut dan di PHK.
Baca Juga: Keberlangsungan UKM mainan di Indonesia terancam SNI mainan impor
Sutjiadi bercerita, dalam pembahasan kebijakan ini pelaku usaha tidak pernah diundang karena peraturan ini merupakan aturan turunan dari Omnibuslaw. Pelaku usaha hanya diundang untuk sosialisasi PP 28 tahun 2021 melalui Zoom meeting tanggal 4 Mei 2021.
"Memang dalam Zoom meeting disampaikan bahwa ada tenggat waktu sampai bulan Februari 2022 tapi dalam pelaksanaan di lapangan, lembaga sertifikasi sudah mendapatkan surat peringatan agar tidak melakukan sertifikasi memakai tenaga asing pada awal Mei 2021," ujarnya.
Menurutnya, hal ini membingungkan pelaku usaha karena tidak konsistensinya aturan dan pelaksanaan. Sebelumnya dalam keterangan resmi yang diterima Kontan.co.id pada (19/5), Sutjiadi memaparkan ada sejumlah masalah yang memberatkan pengajuan SNI mainan impor.
Pertama, pengambil contoh mainan yang biasanya memakai tenaga kerja yang sudah berada di negara asal barang sekarang harus mempergunakan tenaga kerja Indonesia. Sutjiadi bilang masalah ini menjadi sulit karena dalam kondisi pandemi Covid-19 untuk mendapatkan visa sangat sulit karena banyak persyaratannya.
Selain itu, ada masa karantina bagi orang Indonesia yang pergi ke China hingga 21 hari sebelum bebas keluar di China yang mengakibatkan beban biaya yang berat untuk para pengusaha.
Kedua, peraturan yang diterapkan mendadak membuat pengusaha yang sudah melakukan order barang dari luar negeri tidak bisa mengimpor karena semua lembaga sertifikasi tidak bisa menerima pengajuan permohonan SNI sebagai syarat izin import untuk produk mainan.
Sutjiadi menjelaskan lembaga sertifikasi belum mempersiapkan para pengambil contoh untuk memenuhi syarat pengajuan visa khususnya untuk ke negara Tiongkok.
Sutjiadi memaparkan pemberlakuan mendadak aturan ini juga merugikan para UKM mainan karena mereka akan kehilangan suplai 60% dari stock toko yang biasa di suplai oleh para importir. Tentu jika terjadi, akan mengancam keberlangsungan usaha untuk menyediakan produk yang disukai pasar dan berakibat menurunkan tingkat penjualan toko.
Tak hanya ke UKM mainan saja, Sutjiadi bilang masalah ini juga mengancam toko-toko mainan yang berada di modern market yang banyak menjual produk ber-merek. Toko modern market hampir 80% dari produk impor karena mengikuti kebijakan principal merk tersebut. "Ini bisa mengancam toko mainan di modern store atau shopping center karena akan kekosongan barang dalam jangka panjang," kata Sutjiadi.
Sutjiadi tidak menampik bahwa kebijakan tersebut dilaksanakan untuk menumbuhkan industri lokal. Namun, menurutnya industri mainan berbeda dengan industri lainnya. Saat ini industri mainan belum dapat memenuhi kebutuhan pasar sepenuhnya yang selama ini ditopang dari impor sekitar 60%. Adapun industri lokal juga masih bergantung pada beberapa komponen impor.
Sutjiadi memberikan gambaran kasar perihal kerugian jika terjadi penghentian impor mainan. "Kalau bicara kerugian ya cukup lumayan, kalau satu kontainer nilainya Rp 700 juta, sebulan bisa importir hingga 150 kontainer saja bisa dihitung berapa kerugiannya," jelasnya.
Sutjiadi mengatakan, kebijakan yang sebelumnya dilaksanakan sudah tepat yakni memperbolehkan impor mainan dan tenaga pengambil sampel barang untuk SNI boleh memakai tenaga pihak luar negeri sebagai mitra dari LSPro. Hal ini dapat menghemat biaya pengurusan SNI.
"Kami saat ini bisnis tidak terlalu berpikir mencari keuntungan besar tapi sudah dapat menjalankan roda perekonomian dan dapat menghidupi karyawan dan keluarganya saja sudah bagus. Janganlah kita dimatikan lagi," tegasnya.
Selanjutnya: SNI mainan impor ancam keberlangsungan UKM mainan di Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News