Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo menyampaikan, pemerintah akan memperbarui ketentuan tarif pajak pertambahan nilai (PPN). Tujuannya untuk menggali penerimaan pajak di masa mendatang.
Suryo bilang saat ini pemerintah tengah mengkaji dua opsi. Pertama, meningkatkan tarif PPN saat ini yang berlaku sebesar 10% menjadi hingga 15%.
Kedua, skema multitarif PPN yang terdiri pengenaan tarif PPN lebih rendah untuk barang-barang dan jasa tertentu yang dibutuhkan masyarakat berpenghasilan rendah. Sementara, pengenaan tarif lebih tinggi untuk barang mewah/sangat mewah.
Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, sekitar 65% pengeluaran masyarakat bawah digunakan untuk makanan, 29% di antaranya digunakan untuk membeli beras.
Baca Juga: Anggota Komisi XI DPR ini kritisi usulan pemberlakukan multitarif PPN
Dus, makanan yang merupakan kebutuhan pokok bisa dikenakan tarif yang lebih rendah, contohnya beras.
Akan tetapi, tidak semua beras diberikan tarif yang lebih rendah. Ada beras yang merupakan konsumsi masyarakat kelas bawah, seperti beras Bulog dan ada jenis beras yang merupakan konsumsi masyarakat kelas atas seperti beras shirataki.
“Nah, beras masyarakat kelas bawah ini saja yang diberikan tarif yang lebih rendah sedangkan jenis beras yang dikonsumsi masyarakat kelas atas dikenakan tarif normal,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Senin (17/5).
Menurutnya, skema multitarif perlu merujuk konsep dasar perbedaan antara barang kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Lantas, Fajry bilang barang yang masuk kategori teriser inilah yang harusnya dikenakan tarif yang lebih tinggi.
Hanya saja, Fajr berpesan apabila pemerintah hendak menggunakan skema multitarif maka perlu penguatan dari sisi administrasi agar mempermudah otoritas dan tentunya para wajib pajak.