kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.470.000   4.000   0,27%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.158   -56,66   -0,79%
  • KOMPAS100 1.093   -9,33   -0,85%
  • LQ45 871   -5,01   -0,57%
  • ISSI 216   -2,15   -0,98%
  • IDX30 446   -1,96   -0,44%
  • IDXHIDIV20 539   -0,14   -0,03%
  • IDX80 125   -0,95   -0,75%
  • IDXV30 135   0,01   0,00%
  • IDXQ30 149   -0,40   -0,27%

Ini kata CITA soal usulan pemberlakukan multitarif PPN


Selasa, 18 Mei 2021 / 07:00 WIB
Ini kata CITA soal usulan pemberlakukan multitarif PPN

Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Suryo Utomo menyampaikan, pemerintah akan memperbarui ketentuan tarif pajak pertambahan nilai (PPN). Tujuannya untuk menggali penerimaan pajak di masa mendatang.

Suryo bilang saat ini pemerintah tengah mengkaji dua opsi. Pertama, meningkatkan tarif PPN saat ini yang berlaku sebesar 10% menjadi hingga 15%.

Kedua, skema multitarif PPN yang terdiri pengenaan tarif PPN lebih rendah untuk barang-barang dan jasa tertentu yang dibutuhkan masyarakat berpenghasilan rendah. Sementara, pengenaan tarif lebih tinggi untuk barang mewah/sangat mewah.

Pengamat Pajak Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Fajry Akbar mengatakan, sekitar 65% pengeluaran masyarakat bawah digunakan untuk makanan, 29% di antaranya digunakan untuk membeli beras.

Baca Juga: Anggota Komisi XI DPR ini kritisi usulan pemberlakukan multitarif PPN

Dus, makanan yang merupakan kebutuhan pokok bisa dikenakan tarif yang lebih rendah, contohnya beras.

Akan tetapi, tidak semua beras diberikan tarif yang lebih rendah. Ada beras yang merupakan konsumsi masyarakat kelas bawah, seperti beras Bulog dan ada jenis beras yang merupakan konsumsi masyarakat kelas atas seperti beras shirataki.

“Nah, beras masyarakat kelas bawah ini saja yang diberikan tarif yang lebih rendah sedangkan jenis beras yang dikonsumsi masyarakat kelas atas dikenakan tarif normal,” kata Fajry kepada Kontan.co.id, Senin (17/5).

Menurutnya, skema multitarif perlu merujuk konsep dasar perbedaan antara barang kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Lantas, Fajry bilang barang yang masuk kategori teriser inilah yang harusnya dikenakan tarif yang lebih tinggi.

Hanya saja, Fajr berpesan apabila pemerintah hendak menggunakan skema multitarif maka perlu penguatan dari sisi administrasi agar mempermudah otoritas dan tentunya para wajib pajak.



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

×