Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kenaikan dana pihak ketiga (DPK) yang lebih tinggi dibanding laju permintaan kredit ternyata perlu diwaspadai para bankir.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Heru Kristiyana menyatakan, hal tersebut akan mempengaruhi profitabilitas perbankan.
Memang sejak pandemi melanda, pertumbuhan kredit jauh lebih rendah dari pertumbuhan DPK. Hingga Oktober 2021, kredit hanya tumbuh sebesar 3,24% yoy. Sedangkan DPK justru tumbuh lebih tinggi yakni 9,4% yoy.
PT Bank Tabungan Negara Tbk (BTN) sepakat dengan regulator bahwa gap tersebut dapat mempengaruhi profitabilitas bank. Sekretaris Perusahaan BTN Ari Kurniaman menyatakan terdapat faktor yang mempengaruhi profitabilitas yakni biaya dana dari DPK atau cost of fund, yield kredit, dan kualitas kredit.
“Agar BTN dapat mencatatkan profitabilitas yang optimal saat ini, kami mengelola pertumbuhan dengan memperhatikan beberapa hal. Mulai dari penghimpunan DPK difokuskan pada dana berbiaya rendah dan menyesuaikan suku bunga dana eksisting pada level yang optimal bagi bank dan nasabah,” ujar Ari kepada Kontan.co.id pada Selasa (30/11).
Baca Juga: BTN targetkan kredit MLT bagi peserta BPJS Ketenagakerjaan hingga Rp 100 miliar
Kedua, yield kredit dijaga pada level yang ideal dengan memperhatikan segmen kredit yang sudah mulai berkembang. Guna dapat menghasilkan yield yang baik, BTN terus menyasar segmen konsumer dan usaha kecil dan menengah.
“Terus memperbaiki kualitas kredit untuk mendorong profitabilitas yang optimal. Hal-hal tersebut telah menjaga pertumbuhan pendapatan bunga bersih atau net interest income BTN sebesar 30,2% secara year-on-year pada September 2021,” jelasnya.
BTN juga akan mendorong pendapatan non bunga atau fee based income, dengan pengembangan produk antara lain layanan digital, wealth management, aktivitas treasury dan bisnis korporasi. BTN juga tetap fokus pada dana murah.
BTN berhasil mencatatkan pertumbuhan laba bersih 35,3% yoy menjadi Rp 1,51 triliun pada kuartal III 2021.
Di sisi lain, PT Bank Central Asia Tbk (BCA) melihat bahwa profitabilitas suatu bank pada umumnya bergantung pada kinerja bank yang solid. Direktur BCA Vera Eve Lim mengatakan kinerja itu tercermin dari terjaganya kualitas aset kredit dan kemampuan bank dalam menghasilkan alternatif pendapatan dari selain bunga atau fee income.
“Serta menjaga efisiensi biaya operasional perusahaan. Per September 2021, kontribusi dari fee income BCA mencapai lebih dari 30% dari total pendapatan operasional BCA. Selain pendapatan bunga, bank juga berfokus pada penerimaan dari fee income,” paparnya.
Lanjutnya, BCA juga fokus terhadap dana murah dimana hal ini tercermin dalam rasio CASA BCA sebesar 78,1% per September 2021. Ia mengaku angka tersebut tercatat cukup tinggi dibandingkan dengan kompetitor.
Sementara itu, BCA mencatatkan rasio kredit di level 2,4% per September 2021. Pencapaian ini didukung oleh kebijakan relaksasi restrukturisasi. BCA berhasil membukukan kenaikan laba bersih 15,8% yoy menjadi Rp 23,2 triliun hingga kuartal III-2021.
Baca Juga: Digitalisasi dan peningkatan dana murah membuat perbankan makin efisien
Direktur keuangan dan Perencanaan Bisnis Bank Sahabat Sampoerna Henky Suryaputra mengatakan pertumbuhan DPK yang lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan kredit akan mempengaruhi profitabilitas bank.
“Namun perlu pula diperhatikan bahwa perbedaan tingkat pertumbuhan DPK dibandingkan dengan pertumbuhan kredit, juga dipengaruhi berbagai hal lain. Pada Bank Sampoerna, pertumbuhan DPK yang lebih tinggi daripada pertumbuhan kredit juga terkait dengan kebutuhan likuiditas,” tuturnya kepada Kontan.co.id.
Ia menilai dengan kondisi ketidakpastian ekonomi yang cukup tinggi saat ini, cukup lazim bagi bank meningkatkan likuiditas yang dimilikinya. Selain itu, Bank Sahabat Sampoerna cukup optimis bahwa dalam waktu dekat pertumbuhan kredit akan membaik, sehingga diperlukan likuiditas tambahan agar dapat membiayainya.
“Untuk mendorong kinerja, Bank Sampoerna akan terus melanjutkan transformasi digital yang telah dimulai sejak beberapa tahun terakhir ini. Melalui transformasi digital ini, Bank Sampoerna dapat memberikan layanan yang lebih baik pada nasabah,” jelasnya.
Baca Juga: Ekonomi mulai pulih, NPL perbankan membaik ke 3,22% di Oktober 2021
Ini juga memungkinkan Bank Sahabat Sampoerna untuk berkolaborasi dengan fintech, multifinance, koperasi, P2P lending company, dan banyak pihak lain. Dengan demikian, berbagai manfaat sekaligus dapat diperoleh Bank.
“Bank dapat menyalurkan pinjaman dengan lebih efisien, memperoleh pendapatan berbasis komisi, juga mendorong perolehan dana murah,” pungkasnya.
Asal tahu saja, Bank Sahabat Sampoerna membukukan pertumbuhan laba bersih 9,4% yoy menjadi Rp 42 miliar hingga kuartal ketiga 2021. Kinerja itu ditopang oleh pendapatan operasional non-bunga yang naik 94% yoy menjadi Rp 30 miliar pada 9 bulan pertama tahun 2021.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News