Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Handoyo .
Ming memaparkan penurunan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps ke 3,5% yang dilakukan oleh Bank Indonesia, menjadi angin segar bagi sektor properti Tanah Air. Kebijakan tersebut turut didukung dengan pelonggaran berbagai jenis kredit, termasuk pembebasan uang muka atau DP 0% untuk pembelian properti.
Relaksasi rasio Loan to Value/Finance to Value (LTV/FTV) kini dapat dimaksimalkan hingga 100% untuk berbagai jenis properti, baik itu rumah tapak, apartemen, maupun rumah toko/rumah kantor. Walaupun demikian, kebijakan baru ini hanya berlaku untuk bank yang memiliki rasio non-performing loan (NPL) di bawah 5%.
Apabila syarat tersebut telah dipenuhi, maka konsumen dapat mengajukan KPR dengan DP 0% untuk rumah tipe kurang dari 21, tipe 21-70, dan tipe 70 ke atas. Sementara untuk bank yang memiliki rasio NPL di atas 5%, pembiayaan LTV/FTV yang dapat diberikan adalah maksimal 95% untuk tipe rumah 21-70 dan 70 ke atas. Kebijakan baru ini mulai berlaku pada 1 Maret hingga 31 Desember 2021.
“Terkait dengan penurunan suku bunga dan kebijakan KPR DP 0%, ini tentu kembali ke perbankan untuk menyesuaikan dengan risk management-nya masing-masing. Sementara kalau kita lihat dari sisi konsumen, tidak sedikit yang lebih memilih DP besar saat membeli rumah agar cicilan bulanannya lebih ringan. Kami berharap dengan berbagai kebijakan dari pemerintah, serta proses vaksinasi yang sedang berjalan saat ini, perekonomian Indonesia dapat segera pulih, khususnya di sektor properti,” jelas Ming.
Sementara itu, Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan dari Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Eko D. Heripoerwanto juga menjelaskan berdasarkan hasil Consumer Research 2020 National Housing Board Study yang dihimpun, kebutuhan perumahan masih didominasi oleh pembangunan sebesar 29% dan perbaikan rumah sebanyak 22,5%.
Untuk mendukung kebutuhan tersebut, pemerintah lewat Kementerian PUPR menargetkan bantuan pembiayaan perumahan 2021 yang terdiri dari Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) sebesar Rp 16,66 triliun dan Bantuan Pembiayaan Perumahan Berbasis Tabungan (BP2BT) sebesar Rp 8,7 miliar.
“Perbaikan dan perluasan skema FLPP dan BP2BT kami tujukan untuk mendorong pendanaan dari sisi suplai properti, khususnya untuk sektor informal,” imbuhnya.
Selanjutnya: Bunga deposito turun, nasabah tajir tetap simpan dana di bank?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News