Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Isu mengenai kondisi El Nino di Indonesia dan sejumlah dampak yang akan terjadi menarik untuk disimak.
Terkait hal ini, Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Dwikorita Karnawati angkat bicara.
Melansir Kompas.com, menurutnya, peluang El Nino di Indonesia semakin menguat di bulan Juni 2023, yakni mencapai lebih dari 80 persen dan terjadi mulai Juni 2023. Tak hanya itu, fenomena El Nino juga dibarengi dengan gangguan iklim Indian Ocean Dipole (IOD).
Informasi saja, El Nino adalah fenomena pemanasan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normalnya. Sementara IOD merupakan perbedaan suhu permukaan laut antara dua wilayah, yaitu di Laut Arab (Samudera Hindia bagian barat) dan Samudera Hindia bagian timur di selatan Indonesia.
"Jadi kita mengalami dua fenomena bersamaan sekaligus. Tidak hanya El Nino yang dipengaruhi oleh suhu muka air laut di Samudera Pasifik tetapi juga Indian Ocean Dipole (IOD)," ungkapnya, dalam konferensi pers bersama dengan media, Selasa (6/6/2023).
Baca Juga: BMKG: Sebanyak 28% Wilayah Indonesia Telah Memasuki Musim Kemarau
Dampak El Nino berkurangnya curah hujan
Dwikorita menjelaskan, dampak dari kedua fenomena tersebut adalah berkurangnya curah hujan di sebagian wilayah Indonesia selama periode musim kemarau ini.
Kombinasi keduanya dapat menyebabkan dampak yang lebih kuat atau signifikan. Bahkan, dia mengatakan, sebagian wilayah Indonesia diprediksi akan mengalami curah hujan dengan kategori di bawah normal atau lebih kering dari kondisi normalnya.
Wilayah yang terdampak El Nino dan IOD
Diberitakan sebelumnya, Sub Koordinator Bidang Analisis dan Informasi Iklim Amsari Mudzakir Setiawan mengatakan, El Nino akan diikuti dengan beberapa dampak, seperti berkurangnya curah hujan, potensi kekeringan yang meningkat, dan kebakaran hutan di wilayah rawan.
BMKG memprediksi penurunan curah hujan dengan kategori sangat rendah (kurang dari 20 mm/bulan) akan terjadi di beberapa daerah pada periode Agustus, September, dan Oktober. Beberapa wilayah dengan kategori curah hujan di bawah normal terjadi di Sumatera, Jawa, Bali, NTB, NTT, dan sebagian di Kalimantan serta Sulawesi.
Baca Juga: Bappenas Sebut Produksi Padi Terancam Menyusut hingga 5 Juta Ton Akibat El Nino
Berikut rincian prediksi BMKG soal curah hujan di wilayah Indonesia akibat dampak dari El Nino dan IOD:
1. Juni 2023
Curah hujan kurang dari 100mm/bulan, berpeluang besar terjadi di sebagian wilayah:
- Aceh
- Lampung
- Banten
- DKI Jakarta
- Jawa Barat
- Jawa Tengah
- DIY
- Jawa Timur
- Bali
- NTB
- NTT
- Kalimantan Selatan
- Sulawesi Selatan
- Papua bagian selatan
Baca Juga: Hati-Hati! Ada Potensi Kenaikan Inflasi Dipicu Meroketnya Harga Pangan
2. Juli 2023
Curah hujan kurang dari 100mm/bulan, berpeluang besar terjadi di wilayah:
- Aceh
- Sumatera Utara
- Sebagian Sumatera Barat
- Sebagian Riau
- Jambi
- Sumatera Selatan
- Sebagian Bengkulu
- Lampung
- Pulau Jawa
- Bali
- NTB
- NTT
- Kalimantan Selatan
- Sulawesi Selatan
- Papua bagian selatan
Baca Juga: Bappenas Sebut Produksi Padi Terancam Menyusut hingga 5 Juta Ton Akibat El Nino
3. Agustus-Oktober 2023
Curah hujan kurang dari 100mm/bulan, berpeluang besar terjadi di wilayah:
- Aceh
- Sumatera Utara
- Sumatera Barat
- Bengkulu
- Jambi
- Riau
- Kepulauan Riau
- Sumatera Selatan
- Bangka Belitung
- Lampung
- Pulau Jawa
- Bali
- NTB
- NTT
- Kalimantan Barat
- Kalimantan Tengah
- Kalimantan Selatan
- Kalimantan Timur
- Sebagian besar Sulawesi
- Maluku
- Maluku Utara
- Papua Barat
- Papua
4. November 2023
Curah hujan kurang dari 100mm/bulan, berpeluang besar terjadi di wilayah:
- Sebagian Lampung
- Banten bagian utara
- DKI Jakarta
- Jawa Barat bagian utara
- Jawa Timur bagian utara
- Sebagian NTB
- Sebagian NTT
- Sebagian Kalimantan Selatan
- Sebagian Kalimantan Tenggara
- Sebagian Kalimantan Tengah
- Sebagian Maluku Utara
- Sebagian Maluku
- Sebagian Papua.
Puncak El Nino di Indonesia
BMKG memprediksi puncak El Nino di Indonesia akan terjadi pada akhir tahun 2023.
"Jadi kalau dari prediksi kita, itu puncaknya nanti akan terjadi di periode November, Desember, Januari (2024)," kata Amsari.
Siklus El Nino, imbuh dia, biasanya akan mencapai puncak di akhir tahun kemudian meluruh lagi. Secara historis, El Nino pernah terjadi di Indonesia.
BMKG menjelaskan, El Nino berkembang pada semestaer II yang umumnya berintensitas lemah-moderat. Data dari BMKG mencatat, El Nino pernah terjadi pada 2018, 2009, 2006, dan 2004.
Baca Juga: Ekonom Ini Proyeksi Target Sasaran Inflasi di Tahun 2023 Lebih Cepat Terealisasi
Imbaun BMKG
Menindaklanjuti fenomena El Nino dan IOD yang tahun ini terjadi secara bersamaan, BMKG merekomendasikan beberapa hal sebagai langkah antisipatif, khususnya pada daerah-daerah yang berpotensi mengalami curah hujan dengan kategori rendah sehingga memicu terjadinya kekeringan, di antaranya:
1. Meningkatkan optimalisasi fungsi infrastruktur sumber daya air untuk memastikan keandalan operasional waduk, embung, kolam retensi, dan penyimpanan air buatan lainnya
2. Melakukan langkah persiapan terhadap potensi adanya kebakaran hutan dan lahan.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Penjelasan BMKG soal El Nino dan IOD di Indonesia, Apa Dampaknya?"
Penulis : Alinda Hardiantoro
Editor : Rizal Setyo Nugroho
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News