Reporter: Filemon Agung | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Konsumsi LPG subsidi 3kg terus melonjak dalam lima tahun terakhir seiring meningkatnya kebutuhan masyarakat dan berbagai program konversi oleh pemerintah.
Head Center of Food, Energy and Sustainable Development Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Abra Talattov mengungkapkan konversi minyak tanah ke LPG yang digalakkan pemerintah beberapa tahun silam tidak menyediakan exit strategy yang berujung pada terus melonjaknya konsumsi hingga membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tiap tahunnya.
Selain itu, konsumsi LPG subsidi 3kg justru cenderung dinikmati kelompok masyarakat mampu. "86% subsidi LPG justru dinikmati masyarakat yang mampu," ujar Abra kepada Kontan.co.id, Minggu (14/2).
Abra melanjutkan, perubahan skema penyaluran subsidi dari terbuka ke skema tertutup mendesak dilakukan. Apalagi tahun ini konsumsi LPG juga diprediksi melebihi kuota yang ditetapkan dalam APBN.
Asal tahu saja, untuk tahun ini pemerintah menetapkan kuota LPG 3kg sebesar 7,5 juta Metrik Ton (MT). Abra mengungkapkan, kebijakan beraktivitas di rumah yang diterapkan pemerintah sebagai antisipasi penyebaran covid-19 berpotensi membuat konsumsi LPG melonjak sama seperti tingkat konsumsi listrik.
Baca Juga: Pengamat: Skema distribusi LPG subsidi 3 kg perlu perbaikan
Selain itu, tren harga energi yang mulai menunjukan indikasi rebound juga dinilai berpotensi membebani APBN. "Selain semakin membebani APBN, subsidi LPG yang tidak terkontrol juga akan terus menekan defisit perdagangan, dimana lebih dari 70% kebutuhan LPG dalam negeri harus diimpor," sambung Abra.
Abra menjelaskan, kendati skema subsidi tertutup bisa menjadi solusi, ada beberapa hal yang harus menjadi catatan pemerintah. Pertama, penggunaan data untuk masyarakat yang berhak menerima subsidi. Abra mengungkapkan, dengan kondisi yang mendesak maka pemerintah dapat menggunakan data Penerima Bantuan Non Tunai (PBNT).
Kendati demikian, menyusul dampak pandemi covid-19 yang mempengaruhi situasi ekonomi masyarakat maka Abra menyarankan dilakukan pembaruan data yakni dengan menggunakan data-data berbagai program sosial yang telah dilaksanakan selama masa pandemi covid-19 ini.
Kedua, monitoring harga LPG 3kg hingga ke tingkat pengecer. Abra mengungkapkan, dalam praktiknya kerap kali harga LPG 3kg melonjak dari harga eceran yang ditetapkan. Bahkan, setiap daerah biasanya punya harga yang berbeda. Abra menilai, keterlibatan pemerintah daerah diperlukan guna memastikan agar harga dapat tetap terkontrol sampai ke konsumen.
Selain itu, pemerintah juga perlu memastikan skema subsidi tertutup seperti apa yang akan diambil. Diketahui, skema subsidi tertutup dapat berupa transfer tunai dan subsidi langsung dalam bentuk pemberian barang. Untuk itu, Abra menilai perlu ada kejelasan dalam regulasi mengenai siapa yang berhak dan tidak berhak dalam mengkonsumsi LPG 3kg.
Abra melanjutkan, pemerintah harus melakukan upaya perubahan skema subsidi sebagai langkah antisipasi. Pasalnya, dalam proyeksi yang ada, pada tahun 2023 mendatang lonjakan subsidi LPG bisa mencapai Rp 89 triliun.
Sebelumnya, PT Pertamina menyebutkan, kriteria penerima LPG subsidi 3 kilogram (kg) dalam regulasi tidak jelas sehingga penyalurannya terus meningkat dalam lima tahun terakhir.
Direktur Pertamina Trading dan Komersialisasi Masud Khamid mengungkapkan, peningkatan penjualan LPG subsidi 3 kg meningkat dalam 5 tahun terakhir dengan tingkat laju pertumbuhan majemuk tahunan atau compound annual growth rate (CAGR) sebesar 5,3%.
Pada tahun 2019, konsumsi LPG subsidi mencapai 6,84 juta metrik ton (MT). Volume kembali meningkat mencapai 7,14 juta MT pada tahun 2020. Pada tahun ini Pertamina memproyeksi distribusi bakal mencapai 7,50 juta MT dalam kuota APBN 2021.
Masud mengatakan, ada sejumlah isu penting dalam proses penyaluran dan distribusi LPG subsidi 3 kg. "Dari regulasi yang ada selama ini belum terdapat penegasan kriteria konsumen yang berhak mendapatkan LPG 3 kg bersubsidi dan besaran jumlah subsidi yang dapat diterima," jelas Masud dalam rapat dengar pendapat Komisi VII DPR RI, Selasa (9/2).
Selain itu, pelaksanaan program konversi BBM ke LPG yang dilaksanakan setiap tahunnya untuk nelayan dan petani juga menjadi salah satu faktor pendorong peningkatan konsumsi. Setiap tahunnya jumlah paket yang diberi mencapai 25.000 hingga 35.000 paket konverter kit.
Selain itu, Masud mengungkapkan, sejak tahun 2007 dimana awal program konversi minyak tanah ke LPG dilakukan hingga tahun 2020 belum ada perubahan harga LPG subsidi 3 kg. Hal ini kemudian berdampak pada gap antara LPG subsidi dan LPG non subsidi sebesar Rp 5.368 per kg.
Di sisi lain, Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memastikan skema subsidi pada tahun ini masih akan tetap mengadopsi skema subsidi terbuka seperti yang sudah-sudah.
Selanjutnya: Pertamina pastikan proyek DME tidak pengaruhi ekosistem penyaluran LPG di Indonesia
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News