kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.935   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Hotel hingga tambang batubara jadi penyumbang NPL tertinggi bagi perbankan


Jumat, 04 Desember 2020 / 09:15 WIB
Hotel hingga tambang batubara jadi penyumbang NPL tertinggi bagi perbankan

Reporter: Laurensius Marshall Sautlan Sitanggang | Editor: Tendi Mahadi

Nah, berdasarkan catatan Vera, NPL BCA yang terbesar antara lain bersumber dari sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar 4,4%. Selanjutnya, sektor manufaktur sebesar 1,5% dan sektor transportasi 1,2%. Beberapa sektor ini memang menjadi salah satu yang paling terdampak perlambatan ekonomi akibat pandemi. 

Walhasil, untuk menjaga tingkat kredit bermasalah atau NPL tetap terjaga, BCA sudah membukukan biaya pencadangan jumbo sebesar Rp 9,1 triliun. Angka tersebut meningkat sebesar Rp 5,6 triliun atau 160,6% secara year on year (yoy). Sejalan dengan peningkatan risiko dan kualitas kredit. 

"Di tengah tantangan yang dinamis saat ini, kami akan berupaya untuk menjaga NPL tetap berada di level aman," ujar Vera dalam keterangan yang diterima Kontan.co.id, Kamis (3/12).

Baca Juga: Respons manajemen Bank BCA terkait keluhan konsumen soal mesin ATM yang eror

Beruntung, perbankan di Tanah Air diberikan sedikit keringanan dalam mengatasi NPL. Salah satunya lewat program restrukturisasi kredit terdampak pandemi Covid-19 dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 11 yang dikeluarkan di awal tahun 2020. Ketua Dewan Komisioner OJK bahkan pernah menyematkan kalau posisi NPL perbankan bisa mencapai 16% bila kebijakan tersebut tidak dikeluarkan. 

Hasilnya sejauh ini hingga 12 Oktober 2020 sudah ada Rp 918,34 triliun kredit yang direstrukturisasi. Keringanan itu diberikan kepada 7,5 juta debitur. Rinciannya, Rp 362,34 triliun ke 5,85 juta debitur UMKM dan Rp 555,99 triliun 1,65 juta debitur non UMKM. 

Sadar akan efek penurunan kualitas kredit akibat pandemi yang masih berlanjut, regulator pun belum lama ini telah memutuskan untuk memperpanjang kebijakan POJK 11 menjadi Maret 2022. Lebih lama satu tahun dari kebijakan sebelumnya. 

Selanjutnya: Bisnis kantor luar negeri bank pelat merah tumbuh positif di tengah pandemi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×