Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Permintaan yang naik di tengah pasokan yang ketat menyebabkan harga batubara memanas di tahun ini. Pada Senin (28/12), harga batubara di Newcastle kontrak pengiriman Maret 2021 di ICE Futures berada di US$ 84,65 per metrik ton. Harga tersebut merupakan yang tertinggi untuk batubara pada tahun ini.
Analis Central Capital Futures Wahyu Laksono mengaku kenaikan harga batubara ini cukup mengejutkan, karena sebelumnya dia memperkirakan harga batubara hanya akan di kisaran US$ 80 per ton. Dia menilai, kenaikan harga batubara terjadi di tengah peningkatan permintaan dari China, India, Korea Selatan, dan Jepang, untuk membangkitkan listrik di PLTU dalam dua bulan terakhir.
“Dari segi pasokan, batubara thermal seaborne juga ketat seiring sekitar 25 juta ton produksi Kolombia telah dibatasi tahun ini dan tidak ada pasokan baru yang mengalir,” terang Wahyu kepada Kontan.co.id, Selasa (29/12).
Dia menambahkan, harga batubara dalam negeri China justru terus naik dan lebih mahal dari harga pada umumnya. Tak pelak, pelaku industri di China beralih mencari batubara impor. Namun, dengan China yang punya ketegangan politik dengan Australia, pada akhirnya produsen lain, seperti Indonesia, Rusia, dan bahkan Afrika Selatan justru diuntungkan.
Baca Juga: Harga memanas jelang tutup tahun, simak prospek industri batubara pada 2021
Kendati tengah bersitegang dengan China, harga batubara Australia juga naik dalam beberapa pekan terakhir. Wahyu menyebut penyebabnya adalah pemulihan beberapa negara Asia yang lebih baik dari perkiraan sehingga permintaan pun ikut menanjak.
“Jadi dengan naiknya permintaan China, harga batubara di Indonesia, Rusia, dan Afrika Selatan mengalami kenaikan. Australia pun akhirnya mengalihkan ekspornya ke negara yang lebih tradisional seperti Bangladesh, Turki, dan India,” tambah Wahyu.
Namun, Wahyu menegaskan, komoditas batubara punya sifat bahwa harganya tidak bisa terlalu tinggi, juga tidak bisa terlalu rendah. Jika terlalu tinggi, harganya bisa mengancam konsumen energi atau listrik, namun jika terlalu rendah akan mengancam produsennya. Oleh karena itu, setelah musim dingin berakhir, Wahyu melihat harga batubara akan cenderung terkoreksi.
Baca Juga: Meneropong potensi dari pemulihan harga batubara
Perkiraan Wahyu, pada tahun depan harga batubara ada potensi penguatan bersama dengan harga komoditas secara umum. Hanya saja penguatan batubara bisa jadi terbatas. Selain karena setelah musim dingin harganya terkoreksi, faktor lain adalah China yang akan cenderung mengendalikan harga jika terlalu mahal.
“Harga di kisaran US$ 80 per ton sangat rentang terkoreksi. Jadi secara jangka pendek harganya akan di kisaran US$ 65 per ton-US$ 95 per ton, sementara untuk tahun depan harganya berada pada rentang US$ 50 per ton-US$ 100 per ton. Ketika harga dekat US$ 80 per ton bisa sell on strength, sementara di bawah US$ 60 bisa buy on weakness,” pungkas Wahyu.
Baca Juga: Penurunan volume dan harga bikin nilai ekspor batubara anjlok 25%
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News