Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Semarak pasar kripto di awal tahun ini nampaknya sudah berakhir. Harga sejumlah aset kripto bergerak mendatar (sideways) pada Februari 2023.
Mata uang kripto dengan kapitalisasi terbesar yakni Bitcoin (BTC) hanya mampu mencetak kenaikan harga 0,03% secara bulanan ke level US$23,147.35 di Februari 2023. Jika dibandingkan bulan sebelumnya, BTC sempat melonjak tajam 39,84% secara bulanan pada Januari 2023.
Senada, Ethereum (ETH) mencatatkan kenaikan harga sekitar 1,22% secara bulanan menuju level US$1,605.90 selama Februari 2023. Padahal, ETH sukses bertumbuh 32,57% secara bulanan di Januari 2023.
Tim Riset Tokocrypto menjelaskan bahwa market kripto mengalami tingkat volatilitas yang tinggi selama Februari 2023. Bitcoin sempat berhasil menembus harga tertinggi dalam 6 bulan terakhir di atas level US$ 25.000, namun harus mengakui sentimen bearish lebih besar sehingga menekan harga untuk kembali koreksi.
Baca Juga: Bulan Literasi Aset Kripto Ditutup,Kepala Bappebti Ingatkan Paham Sifat Asset Kripto
Bitcoin dan kripto lain sempat rebound pasca The Fed mengumumkan kenaikan suku bunga sebesar 25 basis poin (bps) di awal Februari lalu. Namun, sentimen bearish ternyata masih cukup kuat, sehingga kenaikan harga tidak berlangsung lama.
Reli Bitcoin yang signifikan selama Februari adalah ketika muncul data consumer price index (CPI) yang menunjukkan inflasi melambat selama tujuh bulan berturut-turut di bulan Januari 2023. Data inflasi ini berpotensi positif bagi aset berisiko seperti kripto karena akan mendorong The Fed untuk kembali menurunkan laju kenaikan suku bunga pada pertemuan FOMC mendatang.
Tokocrypto menilai ada beberapa penyebab harga BTC dan kripto lainnya sulit untuk bull run di Februari 2023. Pertama, data producer price index (PPI) AS Januari yang rilis pada Kamis (16/2), membuat saham dan kripto langsung tergelincir merespons lonjakan tak terduga pada PPI bulan Januari sebesar 0,7% (MoM). Sementara ekonom yang disurvei oleh Dow Jones memperkirakan kenaikan hanya 0,4%.
Meroketnya data PPI tersebut menunjukkan bahwa kebijakan moneter The Fed belum berhasil menjinakkan kenaikan harga, sehingga dikhawatirkan belum membuat mereka berpikir untuk menurunkan suku bunga AS.
“Di samping itu, telah banyak investor yang terburu-buru untuk melakukan taking profit atas kenaikan harga yang signifikan pasca BTC capai harga tertinggi enam bulan,” ungkap Tim riset Tokocrypto kepada Kontan.co.id, Rabu (1/3).
Pergerakan market kripto kembali runtuh disebabkan seiring rilis Indeks Harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) Januari pada Jumat (24/2) yang menunjukkan inflasi naik 5,4%. Padahal, dua bulan sebelumnya PCE turun berturut-turut di angka 5,6% menjadi 5,3%.
Data PCE tersebut membuat investor panik karena merupakan alat favorit The Fed untuk mengukur inflasi. Kekhawatiran bahwa The Fed bakal kembali menaikkan suku bunga 50 bps pada pertemuan bulan Maret mendatang pun terus meninggi.
Hal tersebut berpengaruh kepada selera investor yang masih menurun untuk menunggu tanda-tanda bahwa inflasi AS telah sampai puncak, atau agar Fed memberi sinyal bahwa kenaikan suku bunga berukuran lebih kecil akan segera terjadi.
Baca Juga: Luncurkan Fitur Multi Buy, Luno Mudahkan Pelanggan Beli Aset Kripto
Kemudian di luar data makroekonomi, investor kripto juga dikhawatirkan oleh tindakan dan komentar dari drama U.S. Securities and Exchange Commission (SEC) yang ingin melakukan pengetatan regulasi kripto di AS. Oleh karena itu, bisa saja market bergerak sideways atau datar imbas investor yang masih khawatir dengan masa depan market kripto di AS.
Sentimen negatif lainnya datang dari International Monetary Fund (IMF) yang menyatakan bahwa kripto tidak boleh diterima sebagai alat pembayaran yang sah secara hukum (legal tender). Kemudian, Visa dan Mastercard yang dilaporkan menunda untuk kerja sama dengan perusahaan yang berkaitan dengan aset kripto.
“Hal Ini juga menimbulkan pengaruh negatif untuk pasar kripto pada akhir Februari,” jelas Tim Riset Tokocrypto.
Memasuki bulan Maret, proyeksi untuk pasar kripto masih akan terus volatil dengan kecenderungan sideways. Market kripto diperkirakan belum akan mengalami kenaikan harga yang signifikan atau bull run, jika melihat kondisi makroekonomi dan regulasi yang belum stabil.
The Fed juga mengungkapkan kemungkinan tingkat suku bunga acuan AS tidak akan mengalami penurunan tahun ini. The Fed masih berusaha untuk menurunkan inflasi hingga target 2%. Penurunan ini tentu tanpa harus mengorbankan perekonomian dan menaikkan tingkat pengangguran. Selama itu terjadi, pasar kripto belum bisa bull run.
Co-Founder Cryptowatch dan Pengelola Channel Duit Pintar Christopher tahir turut mencermati bahwa aset kripto kembali tertekan oleh inflasi AS yang mulai membaik. Data pekerjaan yang cenderung baik, kembali memberi ancaman terhadap inflasi.
“Sebagaimana aset pada umumnya, keberadaan likuiditas akan menjadi faktor penting. Jika suku bunga naik, maka likuiditas cenderung akan berkurang,” kata Christopher kepada Kontan.co.id, Rabu (1/3).
Kendati demikian, Christopher berpandangan aset kripto memiliki prospek yang cerah untuk ke depannya. Sebab, aset kripto dianggap sebagai alternatif untuk investor mendiversifikasikan dana. Menurutnya harga Bitcoin di tahun ini mampu menyentuh US$ 26.000 – US$ 28.000, sedangkan Ether akan berkisar US$ 1.600 – US$ 1.800.
Sementara, Tim Riset Tokocrypto melihat secara teknikal, target pergerakan harga Bitcoin saat ini berada pada area supply di level US$ 23.488-US$ 25.198. Aksi beli dan volume perdagangan yang tinggi menjadi faktor utama untuk mendorong kenaikan harga lebih lanjut.
Jika melihat situasi ke depan yang bisa semakin membaik, harga tertinggi Bitcoin kemungkinan bisa bull run menyentuh US$ 26.000-US$ 28.000 di akhir semester 1-2023. Harga Ethereum bisa tembus rentang US$ 1.800 - US$ 2.000.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News