kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.935   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Hal yang perlu dipersiapkan dalam menyambut tax amnesty jilid II


Kamis, 10 Juni 2021 / 05:55 WIB
Hal yang perlu dipersiapkan dalam menyambut tax amnesty jilid II

Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -   JAKARTA. Pemerintah berencana akan segera menggelar pengampunan pajak atau tax amnesty. Agenda tersebut tertuang dalam perubahan kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1993 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).  

Bila tidak ada aral melintang beleid tersebut akan dibahas oleh pemerintah dan parlemen di tahun ini sebab sudah ditetapkan dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021. 

Nah, dalam draf perubahan UU KUP yang dihimpun Kontan.co.id, program pengampunan pajak kali ini terdiri dari dua program. Lebih lanjut, Pasal 37C dan 37G menginformasikan bahwa untuk wajib pajak yang ingin mendapatkan pengampunan terlebih dahulu wajib mengungkapkan harta dalam Surat Pemberitahuan Pengungkapan Harta kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Dalam hal ini, tenggat waktu penyampaian surat tersebut dimulai dari 1 Juli 2021 hingga 31 Desember 2021. Artinya awal bulan depan atau sekitar tiga pekan ke depan, wajib pajak sudah bisa ikut serta dalam program pengampunan pajak teranyar. 

Baca Juga: Strategi Sri Mulyani optimalkan data tax amnesty 2016 untuk kerek penerimaan negara

Meski demikian, pemerintah belum mau mengonfirmasi jadwal pelaporan pengungkapan harta bagi calon peserta program pengampunan pajak itu. “ Sementara kami masih menunggu pembahasannya,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Neilmaldrin Noor, kepada Kontan.co.id, Rabu (9/6).

Direktur Eksekutif Pratama Kreston-Tax Reseach Institute (TRI) Prianto Budi Saptono mengatakan meskipun belum ada kejelasan dari pemerintah. Ada baiknya wajib pajak menyiapkan beberapa hal sebelum mengikuti pengampunan pajak. 

Untuk program pertama, Prianto mengatakan para ex-peserta tax amnesty 2016-2017 harus mengecek dan mendata daftar harta kekayaannya dari 1985 hingga 2015 yang belum diungkapkan pada program yang telah digelar lima tahun lalu.  

Terutama aset keuangan. Kemudian, dari aset yang belum diungkapkan itu wajin pajak perlu menghitung potensi pajak yang harus dibayarkan, sembari menyiapkan uang untuk menyetorkannya ke otoritas. Namun, jika wajib pajak merasa sudah seluruhnya melaporkan harta kekayaannya, maka tak perlu mengikuti program tersebut. 

Untuk itu, Prianto menganjurkan kepada wajib pajak alumni peserta tax amnesty agar mengikuti pemutihan pajak, sebab banyak keuntungan yang bisa didapat. Dalam draf yang dihimpun Kontan.co.id tersebut menjelaskan ada dua keuntungan yang akan didapat oleh wajib pajak terkait.

Baca Juga: Target pendapatan negara tahun 2022 ditetapkan Rp 1.823,5 triliun-Rp 1.895,4 triliun

Pertama, dikenaikan tarif pajak penghasilan (PPh) Final sebesar 15% atau lebih rendah dari tarif tertinggi PPh OP yang berlaku saat ini yakni 30%. Namun apabila harta kekayaan itu kedapatan diinvestasikan dalam Surat Berharga Negara (SBN) maka tarif PPh final yang dipatok lebih rendah yakni 12,5%. Kedua, mereka juga dibebaskan dari sanksi administrasi. 

Untuk program kedua merupakan pengampunan pajak atas harta yang peroleh sejak tanggal 1 Januari 2016 sampai dengan tanggal 31 Desember 2019. Syaratnya, masih dimiliki pada tanggal 31 Desember 2019, tapi belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh OP tahun pajak 2019.

Pemerintah mengatur, wajib pajak orang pribadi tersebut harus memenuhi tiga ketentuan antara lain tidak sedang dilakukan pemeriksaan, untuk tahun pajak 2016 hingga 2019. 

Kemudian, tidak sedang dilakukan pemeriksaan bukti permulaan, untuk tahun pajak 2016 sampai dengan 2019. Terakhir, tidak sedang dilakukan penyidikan atas tindak pidana di bidang perpajakan.

Adapun untuk WP atas pengungkapan kekayaan 2016-2019 tersebut dikenai PPh Final sebesar 30% dan 20% jika diinvestasikan dalam instrumen SBN. Mereka juga dibebaskan dari sanksi administrasi pajak.

Prianto menyarankan agar peserta program kedua itu melakukan hal yang sama dengan persiapan pengampunan pajak bagi alumni tax amesty. Akan tetapi, apabila seluruh penghasilan sudah dilapor dan dibayar saat menyampaikan SPT di tahun terkait, tapi ada barang atau aset yang belum tertera, lebih baik mengajukan pembetulan SPT. 

Hanya, untuk program kedua ini, bagi peserta yang memang penghasilannya belum dilaporkan seluruhnya, lebih baik mengikuti pengampunan pajak. Meskipun, insentif yang diberikan hanya bebas sanksi administrasi dan tarif rendah untuk aset yang berada dalam bentuk SBN.

“Kalau untuk yang skema kedua memang tidak terlalu menggiurkan bagi wajib pajak terkait,” kata Prianto kepada Kontan.co.id, Rabu (9/6). 

Baca Juga: Alumni peserta tax amnesty akan diuntungkan program pengampunan pajak tahun 2022

Di sisi lain, Prianto menambahkan, bagi pemerintah tentu program pengampunan pajak ini akan memberikan keuntungan dari sisi perbaikan basis data. Harapannya, dari para pesertanya pemerintah dapat melakukan data matching sehingga punya kualitas data yang baik untuk menelisik kepatuhan material.  

“Memang program pengampunan pajak ini penting bagi pemerintah karena data yang dipunya otoritas itu kebanyakan sulit digunakan. Butuh extra effort apabila menggunakan data yang dipunyai sekarang. Terlebih AEoI yang seharusnya bisa mengakses kekayaan WNI yang berada di luar negeri,” ucap Prianto.

Selanjutnya: Kerek penerimaan negara, Sri Mulyani akan optimalkan data tax amnesty 2016

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×