Sumber: Kompas.com | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saat ini, periode badai lebih lama ketika tiba di daratan dibandingkan masa lalu. Akibatnya, dilansir AP pada Kamis (12/11/2020), dampak kerusakan badai yang ditimbulkan di daratan pun jauh lebih besar.
Peneliti menyebut hal ini disebabkan dampak pemanasan global yang terjadi. Pemanasan global menyebabkan kondisi perairan laut lebih hangat. Kondisi ini disebut membuat badai menjadi lebih lama bertahan.
Penulis studi mengatakan badai Eta yang mengancam Florida dan Pantai Teluk kemungkinan juga akan menimbulkan banyak kerusakan dibanding yang terjadi di masa lalu. Studi yang terbit di Nature, Rabu (12/11/2020), mengamati 71 badai Atlantik yang mendarat sejak tahun 1967.
Kekuatan angin topan saat mendarat biasanya berkurang dua pertiga dibandingkan saat masih berada di laut. Mereka melihat pada tahun 1960-an badai hanya berlangsung dalam waktu 17 jam saat sampai di daratan. Namun, saat ini butuh waktu 33 jam agar badai lemah dalam derajat yang sama.
Baca Juga: Topan Goni: Badai terkuat dunia landa Filipina, 10 tewas 3 hilang
“Ini adalah peningkatan yang sangat besar,” ujar penulis studi tersebut, Pinaki Chakraborty, yang juga seorang profesor dinamika fluida di Institut Sains dan Teknologi Okinawa Jepang.
Ia mengatakan terjadi pelambatan waktu pelemahan badai ini berpotensi merusak daratan. Chakraborty mengatakan, di tengah kondisi dunia yang memanas akibat perubahan iklim, kota pedalaman seperti Atlanta bisa berpotensi mengalami lebih banyak kerusakan dari badai di masa depan.
“Jika kesimpulan mereka masuk akal, yang tampaknya demikian, setidaknya di Atlantik, orang dapat berargumen bahwa tarif asuransi perlu mulai naik dan aturan bangunan perlu ditingkatkan untuk mengimbangi kerusakan tambahan akibat angin dan air ini,” kata peneliti badai dari Universitas Miami, Brian McNoldy.
Baca Juga: Topan super Goni menghantam Filipina dengan angin kencang dan hujan deras
Sejauh ini, hanya ada sedikit studi mengenai angin topan yang berada di daratan dibandingkan yang masih di laut. “Itu adalah sinyal luar biasa yang mereka temukan,” ujar Ilmuwan Iklim dan Badai Administrasi Kelautan Jim Kossin.
Proses Badai
Mengutip CNN, saat badai melewati lautan maka akan menyerap udara di laut yang hangat dan lembab. Saat udara makin panas di bawah badai, maka semakin banyak kembaban yang ditahan udara yang kemudian akan memperkuat badai.
“Lautan memasok uap air ke badai dan menjadi mesin panas badai mengubah panas laten di kelembaban untuk kemudian menjadi angin kencang dan hujan,” kata Chakraborty.
Saat badai menghantam daratan, setelah dari lautan, maka pasokan energi penting yang memacu badai terputus sehingga badai melemah di daratan. Akan tetapi, saat ini emisi gas rumah kaca menyebabkan lautan dan atmosfer memanas berlebihan. Sebuah studi bahkan memperkirakan dalam 25 tahun, lautan dunia menyerap panas setara 3,6 miliar ledakan bom Hiroshima.
Kehangatan yang berlebihan ini kemudian menyebabkan kelembaban terbawa lebih banyak dibanding sebelumnya, yang menjadi bahan bakar untuk mempertahankan kekuatan hingga jarak yang jauh. Inilah mengapa badai kemudian membuang lebih banyak curah hujan. Temuan ini menyimpulkan badai tak hanya mengancam kawasan pantai, tapi juga kawasan yang jauh dari pantai.
"Perlambatan pembusukan ini akan terus berlanjut kecuali ada langkah-langkah substansial yang diambil untuk mengekang pemanasan global," kata Chakraborty.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Studi: Pemanasan Global Sebabkan Badai Jadi Lebih Kuat"
Penulis : Nur Rohmi Aida
Editor : Jihad Akbar
Selanjutnya: Mengenal lebih jauh pemanasan global atau global warming, penyebab serta dampaknya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News