kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ekonomi China Melemah, Ekonomi Dunia juga Ikut Goyah


Senin, 21 Agustus 2023 / 10:50 WIB
Ekonomi China Melemah, Ekonomi Dunia juga Ikut Goyah

Reporter: Barratut Taqiyyah Rafie | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

Salah satu cara yang sudah dirasakan adalah melemahnya permintaan China, yang menyebabkan penurunan tajam dalam perdagangan. Data minggu ini menunjukkan ekspor China turun selama tiga bulan berturut-turut, dan impor merosot selama lima bulan.

Di sisi positifnya, permintaan yang lebih rendah meredam tekanan inflasi, yang berpotensi membuat hidup lebih mudah bagi Federal Reserve dan bank sentral lainnya karena mereka terus berjuang melawan harga tinggi pada perekonomian mereka.

Namun, menurut Montufar-Helu, ini dapat berdampak negatif pada produsen dan eksportir di AS dan pasar lainnya, dan mengganti permintaan yang hilang mungkin tidak mudah.

Keith Hartley, kepala eksekutif perusahaan analitik rantai pasokan LevaData, mencatat bahwa China mengonsumsi sebagian besar komoditas dunia, dan permintaan yang lebih lemah di sana berarti kelebihan persediaan untuk perusahaan AS dan menyusutkan keuntungan, serta lebih sedikit bisnis untuk negara-negara yang bergantung pada ekspor komoditas.

"Untuk AS, sektor seperti pertanian dan manufaktur yang bergantung pada ekspor ke China dapat mengalami penurunan penjualan, berpotensi menyebabkan perlambatan ekonomi dan hilangnya pekerjaan," kata Hartley kepada Business Insider.

Sementara kemerosotan yang berkepanjangan untuk ekspor China dapat membebani industri manufaktur negara dan mengganggu rantai pasokan, dia mengatakan hal itu juga membuka pintu bagi negara lain seperti AS untuk mendiversifikasi strategi sumber mereka, dan mulai merelokasi manufaktur di luar China.

Baca Juga: AS Peringatkan Perusahaan Antariksa tentang Mata-mata Asing yang Ingin Curi Informasi

Sementara itu, mengutip The Week, ekonom Peter S. Goodman mengatakan bahwa kejadian ini tidak seperti China yang kita kenal. 

"Selama dekade terakhir, China telah menjadi sumber lebih dari 40% pertumbuhan ekonomi global, hampir dua kali lipat kontribusi AS," jelasnya. 

Akan tetapi, sebagai pertanda menurunnya kepercayaan publik secara umum, keluarga China telah berhenti berbelanja dan memilih menyimpan uang tunai dengan kecepatan tinggi. 

"Melemahnya permintaan China membawa implikasi global, dari kedelai yang dipanen di Brasil hingga daging sapi yang dibudidayakan di Amerika Serikat hingga barang-barang mewah buatan Italia. Beijing perlu menyatukan tindakannya," demikian kata Financial Times dalam tajuknya. 

Tajuk itu juga menuliskan bahwa kondisi psikologis yang menimpa banyak rumah tangga China membutuhkan reformasi dan stimulus yang lebih berani. Memotong suku bunga hipotek dan melonggarkan pembatasan perumahan akan menjadi awal yang baik. 

Baca Juga: Perlambatan Ekonomi China Mekenakan Harga Logam Industri

"Tetapi pemerintah daerah yang menumpuk hutang untuk membiayai perbaikan infrastruktur yang diarahkan oleh negara sekarang terancam gagal bayar. Mereka dapat menjual barang ke perusahaan swasta, tetapi Presiden China Xi Jinping keberatan jika pengusaha mendapatkan 'aset negara'."

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×