kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45895,55   2,12   0.24%
  • EMAS1.333.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ekonom Celios: LCS dengan China bisa tekan volatilitas rupiah jangka panjang


Senin, 26 Juli 2021 / 07:15 WIB
Ekonom Celios: LCS dengan China bisa tekan volatilitas rupiah jangka panjang

Reporter: Bidara Pink | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah menunggu sejak tahun 2020 lalu, Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa kini seluruh persyaratan maupun teknis operasional transaksi local currency settlement (LCS) dengan China sudah selesai.

Sebelumnya, BI dengan bank sentral China atau People’s Bank of China (PBOC) telah menekan nota kesepahaman terkait kerja sama LCS ini pada Oktober 2020.

Dengan adanya skema kerja sama LCS ini, diharapkan mampu mendorong penggunaan mata uang lokal dalam penyelesaian transaksi perdagangan dan investasi langsung.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira berharap, dampak penggunaan Yuan untuk perdagangan, terutama ekspor ini bisa menurunkan volatilitas nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) dalam jangka panjang.

Baca Juga: BI sudah selesai susun peraturan dan tunjuk bank untuk kerja sama LCS dengan China

Pasalnya, dengan adanya kerja sama LCS ini, porsi penggunaan dollar AS bisa menyusut, sehingga bisa memitigasi risiko pelemahan nilai tukar rupiah.

“Apalagi size (ukuran) ekspor Indonesia ke China juga besar. Plus, saat ini Indonesia bersiap menghadapi tapering off atau perubahan stimulus moneter AS,” ujar Bhima kepada Kontan.co.id, Minggu (25/7).

Menilik data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada akhir tahun 2020, terpantau ekspor non migas Indonesia ke China sebesar US$ 3,32 miliar atau memegang pangsa 21,39% dari total ekspor non migas.

Porsinya pun terus berkembang pada tahun 2021. Tercatat hingga Juni 2021 saja, ekspor non migas ke China sebesar US$ 4,13 miliar atau memegang porsi 23,88% dari total ekspor non migas.

Bhima juga mengatakan, dengan adanya kerja sama ini, akan menekan biaya dan risiko double konversi.

“Ini akan menguntungkan pengusaha karena biaya keuangan akan berkurang. Tidak perlu lagi double konversi. Bayangkan, nanti biaya dan risiko konversi dari yuan ke dollar AS kemudian ke rupiah akan berkurang,” tambahnya.

Akan tetapi, Bhima mengingatkan semua ini akan bergantung dengan keberhasilan pemanfaatan LCS. Dalam hal ini, apakah benar kerja sama ini bisa menekan porsi dollar menjadi 70% dari total transaksi perdagangan internasional Indonesia.

Baca Juga: Penerapan kerja sama LCS Indonesia - China akan dimulai pada Juli 2021

Makanya, ini juga akan sangat bergantung dari upaya otoritas dalam menarik pelaku usaha ekspor impor dalam memanfaatkan LCS itu sendiri. Strateginya, salah satunya, akan bergantung pada fasilitas yang diberikan oleh bank.

Apalagi, hingga sekarang masih banyak eksportir yang memegang dollar AS ketimbang Yuan karena dua alasan. Pertama, kebutuhan bahan baku diperoleh dari banyak negara masih mensyaratkan pembayaran dollar AS.

Kedua, pelayaran logistik untuk ekspor-impor masih 90% menggunakan kapal asing yang menerima pembayaran lewat dollar AS, bukan kurs lainnya sehingga ini juga menjadi tantangan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Accounting Mischief Practical Business Acumen

×