kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Efektifkah program PEN tahun 2020? Begini catatan Kadin


Senin, 04 Januari 2021 / 05:56 WIB
Efektifkah program PEN tahun 2020? Begini catatan Kadin

Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia memberikan beberapa catatan tentang program pemulihan ekonomi nasional (PEN) 2020.

Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, tahun lalu program perlindungan sosial yang bertujuan untuk meningkatkan demand atau permintaan masyarakat sudah efektif.

Ia menilai, program dengan pagu Rp 233,69 triliun itu lebih tepat sasaran dibandingkan stimulus di sisi suplai yang faktor terbesarnya ada pada penyaluran kredit dari sektor perbankan atau quantitative easing.

Melalui stimulus perlindungan sosial, masyarakat kelas menengah bawah bisa tetap bertahan. Dus, sampai saat ini Indonesia tidak mengalami kekacauan sosial sepanjang pandemi seperti panic buying atau kerusuhan seperti di negara lain.

Baca Juga: Begini prediksi pengusaha soal pertumbuhan ekonomi di tahun ini

Alhasil, permintaan konsumsi dan inflasi nasional masih bisa terkendali di 2020 karena distribusi program pemulihan ekonomi nasional (PEN) kepada masyarakat cukup berhasil melindungi masyarakat dari extreme poverty.

Namun demikian, Shinta mengatakan, PEN untuk korporasi yang efektif hanya pada program restrukturisasi kredit dan relaksasi fiskal, khususnya diskon angsuran pajak penghasilan (PPh) Pasal 25 sebesar 50%.

Kedua program ini sangat efektif untuk mengurangi tekanan cashflow perusahaan sehingga perusahaan bisa survive lebih lama di tengah pandemi.

Sementara itu, untuk distribusi kredit usaha sangat minim karena banyak bank yang tidak mau menanggung risiko kenaikan non performing loan (NPL) meskipun sudah ada dorongan dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk meningkatkan likuiditas bank.

Selain itu, juga ada masalah penundaan yang lama pada distribusi PEN korporasi karena kekhawatiran pemerintah terhadap risiko moral hazard. Karena itu, Shinta mengakui tingkat PHK menjadi tinggi di perusahaan-perusahaan padat karya dan banyak perusahaan yg memberlakukan strategi efisiensi biaya usaha termasuk biaya SDM secara besar-besaran.

“Ini sangat mempengaruhi daya beli dan confidence konsumsi masyarakat secara negatif. Karena itu, proses pemulihan permintaan konsumsi nasional sangat lambat, jauh lebih lambat dibanding yang kita perkirakan di awal pandemic,” kata Shinta kepada Kontan.co.id, Jumat (1/1).

Akibatnya, kata Shinta, proses pemulihan ekonomi nasional menjadi sangat lambat karena motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia didominasi oleh konsumsi domestik. Maka wajar ekonomi saat ini masuk zona resesi dan masih mengalami pertumbuhan negatif. Pun perbaikan level minus ekonomi cenderung tipis.

Baca Juga: Peneliti LIPI: UU Cipta Kerja gairahkan investasi dan perdagangan internasional

Sebagai info, data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menunjukkan hingga 23 Desember 2020, progres realisasi program PEN mencapai Rp 502,71 triliun atau 72,3% dari total anggaran Rp 695,2 triliun. Adapun, angka penyerapan tersebut tersebar dalam enam program.

Pertama, klaster perlindungan sosial yang mencapai 94,7% atau sebesar Rp 217,99 triliun dari alokasi anggaran sebesar Rp230,21 triliun. Kedua, klaster UMKM yang mencapai realisasi sebesar 92,8% atau Rp 107,93 triliun dari alokasi anggaran sebesar Rp 116,31 triliun.

Ketiga, klaster sektoral, K/L, dan pemda mencapai 88,1% atau Rp 59,77 triliun dari alokasi anggaran sebesar Rp 67,86 triliun. Keempat, klaster kesehatan realisasinya mencapai 54,4% atau Rp 54,13 triliun dari alokasi anggaran sebesar Rp 99,5 triliun.

Kelima, klaster intensif usaha dalam bentuk perpajakan yakni 45,4% atau Rp 54,73 triliun dari pagu Rp 120,61 triliun. Keenam, klaster pembiayaan BUMN dan korporasi mencapai realisasi sebesar 13,4% atau sebesar Rp 8,16 triliun dari total anggaran Rp 60,73 triliun.

Selanjutnya: Hingga 23 Desember 2020, anggaran PEN masih tersisa Rp 192,49 triliun

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×