Reporter: Ferrika Sari | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah bank berencana menerbitkan surat utang sebagai alternatif pembiayaan untuk ekspansi kredit. Diperkirakan penerbitan surat utang akan lebih semarak seiring pemulihan ekonomi tahun ini.
Unit Usaha Syariah (UUS) PT Bank CIMB Niaga Tbk misalnya, berencana menerbitkan sukuk hijau pada semester I-2022. Direktur Syariah Banking CIMB Niaga Pandji P Djajanegara mengatakan, bank membidik dana Rp 1 triliun dari penerbitan sukuk tersebut. "Nantinya, dana untuk ekspansi bisnis dalam hal pembiayaan hijau atau berkelanjutan," kata Pandji, beberapa waktu lalu.
PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (Bank BJB) akan menerbitkan obligasi subordinasi sebagai modal tier-2 atau modal tambahan. Pada Juli 2021, bank telah menerbitkan obligasi subordinasi Rp 1 triliun. Sehingga, tersisa Rp 1 triliun obligasi subordinasi yang akan diterbitkan tahun ini.
"Untuk waktu penerbitannya, kami tentu akan memperhatikan perkembangan kondisi pasar, namun kami perkirakan di semester pertama 2022," Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi.
Baca Juga: Bank MAS (MASB) Catat Pertumbuhan Laba 96,35% Jadi Rp 212,43 Miliar Tahun Lalu
Rencananya, dana tersebut untuk mendukung ekspansi kredit tahun depan. Diketahui, BJB membidik kredit tumbuh di kisaran 9% - 10% karena mempertimbangkan kondisi ekonomi dan konsumsi yang mulai pulih.
PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) akan menggalang dana dari pasar modal dengan menerbitkan efek beragun aset (EBA) dan obligasi pada 2022. Langkah ini untuk menopang target bisnis terutama dalam rangka pemenuhan kebutuhan hunian di Indonesia.
Direktur Finance, Planning, & Treasury Bank BTN Nofry Rony Poetra mengatakan, setiap tahun BTN aktif menghimpun dana dari pasar modal. Namun, kondisi likuiditas yang cukup positif membuat bank menggeser opsi tersebut pada 2022.
Tidak hanya itu, Bank BTN juga akan menyasar nasabah ritel pada tahun depan. Pasalnya, BTN melihat potensi besar pada nasabah ritel yang mulai melirik instrumen investasi selain saham.
"Kami akan melanjutkan proses sekuritisasi pada kuartal pertama di 2022. Kami akan menyasar tidak hanya nasabah institusional, tapi juga nasabah ritel yang mulai berinvestasi di EBA ritel," kata Nofry.
Baca Juga: Bila Ada Kebutuhan Likuditas, Bank Mandiri Bakal Terbitkan EMTN Senilai US$ 450 Juta
Untuk obligasi, Nofry menuturkan, pihaknya masih akan memantau arah pergerakan suku bunga acuan. BTN akan melakukan penerbitan obligasi sebelum bank sentral menaikkan suku bunga acuan.
PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk juga segera menerbitkan green bond untuk memperkuat keuangan berkelanjutan pada 2022. Direktur Manajemen Risiko BNI David Pirzada mengatakan, dana penerbitan surat itu akan disalurkan untuk pembiayaan ke sektor keuangan berkelanjutan.
Selain segmen kecil, BNI sudah banyak membangun kapabilitas mitra sekaligus pelaku usaha dalam hal energi baru terbarukan, penanganan polusi dan limbah air. Ditambah dengan segmen korporasi dalam taksonomi hijau. "Namun untuk nilai dan tanggal efektif penerbitan green bond ini, masih belum bisa kami paparkan sekarang ini," ujar David.
David mengatakan kinerja pembiayaan segmen hijau BNI juga tercatat sangat positif pada 2021. Portofolio hijau tercatat Rp 172,4 triliun atau 29,6% dari total portofolio kredit BNI.
Sementara itu, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk masih memiliki likuiditas yang melimpah untuk memacu penyaluran kredit. Di sisi lain, dana pihak ketiga (DPK) Bank Mandiri akan terus tumbuh.
Direktur Treasury & International Banking Bank Mandiri Panji Irawan memproyeksi pertumbuhan kredit akan membaik seiring pemulihan ekonomi di 2022. Bank Mandiri akan terus memonitor dan menjaga keseimbangan kecukupan likuiditas yang prudent.
"Apabila dipandang ada kebutuhan likuiditas, maka Bank Mandiri masih punya ruang untuk terbitkan global bond dalam Euro Medium Term Notes (EMTN) sebesar US$ 450 juta," terangnya.
Selain EMTN, perbankan bisa mencari pendanaan dengan skema lain dengan valuta rupiah atau asing baik secara bilateral atau eksekusi dengan pertimbangan aspek seperti waktu yang tepat dan kondisi pasar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News