kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Ditjen Pajak respons saran bank dunia untuk turunkan treshold pengusaha kena pajak


Rabu, 04 Agustus 2021 / 06:05 WIB
Ditjen Pajak respons saran bank dunia untuk turunkan treshold pengusaha kena pajak

Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -   JAKARTA. Bank Dunia (World Bank) menilai, Indonesia perlu menurunkan ambang batas (threshold) pengusaha kena pajak (PKP) untuk meningkatkan basis pajak. Hal ini mengingat geliat ekonomi usaha di sektor digital yang makin berkembang.

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia dan Timor Leste Satu Kahkonen menilai, ambang batas ini terlalu besar dan perlu ditinjau ulang. Ia menyarankan agar pemerintah menurunkan threshold PKP dari yang saat ini berlaku sebesar Rp 4,8 miliar per tahun menjadi Rp 600 juta per tahun.

Menurutnya cara tersebet bisa meningkatkan penerimaan pajak Indonesia ke depan sejalan dengan pemulihan ekonomi. Selain itu, dengan penurunan PKP wajib pajak (WP) yang membayar pajak penghasilan (PPh) Badan dan memungut pajak pertambahan nilai (PPN) semakin banyak. 

Menanggapi hal tersebut, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Neilmaldrin Noor mengatakan pihaknya membuka ruang sebesar-besarnya untuk segala bentuk masukan dan saran seluruh pihak demi kemajuan pajak, dan Indonesia pada umumnya.

Baca Juga: Beleid terbit, Menkeu resmi berikan insentif PPN sewa gerai di mal hingga pasar

Neilmaldrin bilang masukan terkait penurunan threshhold PKP tentu menjadi perhatian pemerintah juga karena dapat menjaring lebih banyak WP masuk ke dalam sistem PKP sehingga memperluas basis pajak.

“Namun demikian, hal tersebut juga membutuhkan pertimbangan-pertimbangan lain yang akan menjadi bahan diskusi internal kami,” kata Neilmaldrin kepada Kontan.co.id, Selasa (3/8).

Di samping itu, Neilmaldrin menyampaikan pemerintah hingga saat ini terus berupaya mengoptimalkan penerimaan pajak baik melalui intensifikasi maupun ekstensifikasi. 

Teranyar, pemerintah mengajukan beberapa perluasan basis PPN dalam dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP) yang sedang dibahas dengan DPR. 

Baca Juga: Penurunan Threshold PKP Perluas Basis Pajak Digital

Selain usulan pengurangan pengecualian dan fasilitas PPN serta usulan PPN multitarif, ada juga usulan penunjukan pihak lain untuk memungut PPh, PPN, dan pajak transaksi elektronik (PTE) sebagai pelengkap penunjukan pemungut PPN PMSE yang telah diatur melalui Undang-Undang (UU) Nomor 2 Tahun 2020.

Penunjukan dilakukan dengan menetapkan pihak lain yakni penyedia sarana transaksi sebagai pemotong  atau pemungut atas transaksi yang melibatkan pihak lain tersebut. 

“Hal ini selain memperluas basis pajak juga menonjolkan keadilan dengan menjaga level playing field dengan transaksi konvensional,” ujar Neilmaldrin.

Selain itu, tantangan terdekat DJP adalah optimalisasi penerimaan pajak untuk sisa tahun pajak 2021 ini. Salah satu strategi yang akan dilakukan DJP adalah perluasan basis pemajakan melalui penunjukan pemungut baru dan pengawasan pelaksanaan pemungutan PPN PMSE.

Baca Juga: Bank Dunia sarankan RI turunkan threshold PKP untuk perluas basis pajak digital

Neilmaldrin menyebutkan sampai dengan bulan Juli 21, sebanyak 55 PMSE melakukan pemungutan PPN senilai Rp 2,64 Triliun rupiah. Secara spesifik setoran yang berasal dari periode semester I-2021 yakni sebesar Rp 1,9 triliun.

Anggota Komisi XI DPR RI Adreas Eddy menambahkan, saat ini belum ada tambahan klausul mengenai PKP dalam RUU KUP. Ia mengatakan RUU KUP masih dalam tahap pembahasan yang diharapkan bisa diundangkan tahun ini. 

Soal saran threshold PKP dari Bank Dunia, Andreas mengatakan angka penurunan itu terlalu drastis. Dikhawatirkan akan langsung mendistorsi iklim berusaha, terutama bagi usaha mikro kecil menengah (UMKM). 

Saran Andreas, threshold PKP diturunkan hingga Rp 2,5 miliar per tahun. Namun, implementasinya tentu harus memastikan kondisi perekonomian sudah membaik dan pulih total dari dampak pandemi virus corona.

Selanjutnya: Hipmi: Insentif pembebasan PPN kurang efektif

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×