kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Daya saing sumber daya manusia Indonesia masih tertinggal, begini penjelasan Bappenas


Rabu, 26 Mei 2021 / 08:15 WIB
Daya saing sumber daya manusia Indonesia masih tertinggal, begini penjelasan Bappenas

Reporter: Vendy Yhulia Susanto | Editor: Yudho Winarto

"Salah satu pra syarat yang harus dipenuhi adalah tersedianya sistem informasi pasar kerja yang kredibel dan berkelas sebagai bagian upaya reformasi sistem pendidikan dan pelatihan vokasi kita," ujar dia.

Baca Juga: Menko Airlangga klaim program Kartu Prakerja kurangi banyak pengangguran

Suharso menuturkan, pengembangan sistem informasi pasar kerja Indonesia akan mencakup empat fungsi utama. Yaitu bimbingan karir, job masif, analisis pasar kerja dan basis kebijakan publik.

Keempat fungsi sistem informasi pasar kerja tersebut harus dapat disediakan dengan baik sehingga masyarakat bekerja dan mencari kerja dapat memperoleh manfaat.

Ia mengatakan, sistem informasi pasar kerja yang baik tentunya dapat terjadi intervensi kebijakan publik di bidang ketenagakerjaan hingga lebih tepat sasaran.

"Pengembangan sistem informasi pasar kerja inilah yang diharapkan akan menghasilkan data dan informasi ketenagakerjaan yang kuat dan akurat," tutur Suharso.

Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan, upaya pembangunan ketenagakerjaan untuk memperbaiki kondisi ketenagakerjaan memiliki sejumlah tantangan yang cukup serius. Pertama tantangan pertumbuhan ekonomi nasional yang di masa pandemi Covid-19 belum menggembirakan.

Kedua, tantangan digitalisasi. Menurut Anwar, tantangan digitalisasi tidak semata persoalan menerapkan infrastruktur digital atau meng-online kan yang offline.

Melainkan semakin pentingnya data dan informasi yang tersedia secara digital sebagai pertumbuhan atau perkembangan tata kelola bisnis, pemerintahan ataupun kepentingan yang lebih luas.

"Inilah mengapa majalah the economist di tahun 2017 mengatakan bahwa data dan informasi pda era digital sekarang ini adalah minyak yang baru atau new oil," ujar Anwar.



TERBARU

×