kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.499.000   -40.000   -2,60%
  • USD/IDR 15.935   0,00   0,00%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

Dalam RUU Omnibus Law Sektor Keuangan, ini tugas baru BI


Kamis, 26 November 2020 / 16:05 WIB
Dalam RUU Omnibus Law Sektor Keuangan, ini tugas baru BI

Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA.Tugas Bank Indonesia (BI) bakal bertambah.Setelah diminta membeli Surat Berharga Negara (SBN) dengan metode burden sharing untuk pembiayaan dampak pandemi, kali ini bank sentral diposisikan sebagai standby buyer SBN apabila terjadi krisis keuangan.

Kebijakan tersebut mengacu pada Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Sektor Keuangan atau RUU tentang Penanganan Permasalahan Perbankan, Penguatan Koordinasi, dan Penataan Ulang Kewenangan Kelembagaan Sektor Keuangan.

Beleid yang didapat Kontan.co.id itu berdalih, dalam rangka pencegahan dan penanganan krisis keuangan, Bank Indonesia berwenang membeli SBN jangka panjang di pasar perdana. Sebab, dengan aturan saat ini BI dapat menolak kebijakan pemerintah. 

Artinya independensi BI yang diatur oleh Undang-Undang (UU) sebelumnya bakal diputarbalikan. Sebab, UU BI mendefinisikan independensi dalam pelaksanaan tugasnya bebas dari campur tangan pemerintah atau pihak lain. Dus, campur tangan pemerintah atau pihak lain dapat dituntut penjara serta pidana. 

Baca Juga: Sri Mulyani sebut ada indikasi inflasi jelang akhir tahun 2020

“Dalam rangka pencegahan dan/atau penanganan krisis sistem keuangan sebagaimana diatur UU mengenai pencegahan dan penanganan krisis sistem keuangan, BI juga berwenang termasuk tetapi tidak terbatas pada membeli surat berharga negara di pasar perdana,” sebagaimana Pasal 70 RUU Omnibus Law Sektor Keuangan.

Masih dalam rangka pembiayaan krisis keuangan, BI juga berwenang memberikan akses pendanaan kepada korporasi/swasta dengan cara repo SBN yang dimiliki korporasi/swasta melalui perbankan. 

Selain itu, BI juga diarahkan untuk membeli repo SBN yang dimiliki Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) untuk mengantisipasi dan pemenuhan kebutuhan likuiditas dalan penanganan bank bermasalah.

“Dalam rangka BI menggunakan kewenangannya untuk membeli SBN di pasar perdana sebagaimana dimaksud, tidak berlaku ketentuan mengenai larangan BI memberi SBN di pasar perdana sebagaimana diatur dalam UU mengenai BI,” jelas Pasal 70 Ayat 3 RUU Omnibus Law Sektor Keuangan.

Baca Juga: Rupiah di kurs tengah BI menguat 0,27% ke Rp 14.130 per dolar AS pada Kamis (26/11)

Adapun skema dan mekanisme pembelian SBN jangka panjang di pasar perdana oleh BI akan ditetapkan oleh keputusan bersama antara Menteri Keuangan (Menkeu) dan Gubernur Bank Indonesia.

Sebagai info, dalam RUU yang didapat Kontan.co.id itu dilatarbelakangi beberapa masalah diterbitkannya beleid tersebut. Pertama, belum optimalnya pelaksanaan peran dan fungsi lembaga sektor keuangan antara lain karena regulatory forbearance dalam mengambil keputusan saat terjadi krisis, utamanya dalam sektor  perbankan. 

Sebagai contoh, terkait menyatakan kondisi bank gagal. Kondisi ini menyebabkan langkah penyehatan bank menjadi terhambat, bahkan bukan mustahil terlambat.

Hal tersebut disebabkan karena perbedaan pandangan mengenai penyehatan dan resolusi bank antara Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) yang justru berpotensi meningkatkan biaya penanganan menjadi lebih besar. 

Kedua, pengawasan mikroprudensial dan makroprudensial yang masih terpisah, khususnya perbankan mengakibatkan koordinasi antar otoritas menjadi kurang cepat dan efektif. Terlebih apabila tidak diatur dalam suatu dasar hukum yang kuat.

Baca Juga: Bos BRI ini tak khawatir lakukan kunjungan bisnis saat pandemi, ini alasannya

Alhasil, pemerintah berencana segera membentuk Forum Pengawasan Perbankan Terpadu untuk penguatan koordinasi antarlembaga yang memiliki kewenangan, pengawasan, dan penyelesaian permasalahan di sektor keuangan, khususnya perbankan. Forum Pengawasan Perbankan Terpadu ini beranggotakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Bank Indonesia (BI), dan Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). 

"Forum bertugas merumuskan dan menetapkan indikator dan metodologi penilaian kondisi bank dengan menggunakan data dan informasi dalam sistem data dan informasi sektor keuangan terintegrasi dengan pendekatan proyeksi (forward looking),” sebagaimana dikutip dalam Pasal 4 RUU Penanganan Permasalahan Perbankan, Penguatan Koordinasi, dan Penataan Ulang Kewenangan Kelembagaan Sektor Keuangan. 

Selanjutnya: Ini daftar 36 RUU yang masuk Prolegnas prioritas tahun 2021

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Kiat Cepat Baca Laporan Keuangan Untuk Penentuan Strategi dan Penetapan Target KPI Banking and Credit Analysis

×