kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.504.000   5.000   0,33%
  • USD/IDR 15.934   1,00   0,01%
  • IDX 7.246   -68,22   -0,93%
  • KOMPAS100 1.110   -11,46   -1,02%
  • LQ45 880   -11,76   -1,32%
  • ISSI 222   -0,92   -0,41%
  • IDX30 452   -6,77   -1,48%
  • IDXHIDIV20 545   -7,80   -1,41%
  • IDX80 127   -1,32   -1,03%
  • IDXV30 136   -1,06   -0,77%
  • IDXQ30 150   -2,29   -1,50%

China masih menguasai mayoritas pasar impor ban tanah air


Kamis, 08 April 2021 / 15:20 WIB
China masih menguasai mayoritas pasar impor ban tanah air

Reporter: Vina Elvira | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah melalui Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) menyampaikan bahwa importasi ban pertambangan dan alat berat berasal dari sejumlah negara, seperti Jepang, Amerika Serikat, Kanada, Singapura, dan China. Namun memang, China disebut masih menguasai mayoritas pasar impor ban tanah air.

Didi Sumedi, Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag menyebut, 95% volume importasi ban pertambangan dan alat berat ke Indonesia pada tahun 2020 adalah berasal dari China.

“Pada tahun 2020, total volume impor ban kendaraan pertambangan, konstruksi, dan Industri tercatat sebesar 1,089 juta pcs, sedangkan volume impor ban kendaraan pertambangan, konstruksi dan Industri asal China sebesar 95% dari total volume impor ban kendaraan pertambangan, konstruksi dan industri dengan volume 1,038 juta pcs,” ungkap Didi saat dihubungi Kontan, Kamis (1/4).

Dikatakan Didi, saat ini industri ban lokal belum bisa memenuhi kebutuhan nasional atas ban pertambangan dan alat berat, sehingga kebutuhan ban yang tidak terpenuhi  masih harus didatangkan dengan cara mengimpor.

Baca Juga: Penggemar fanatik skuter perlu tahu, Piaggio luncurkan Vespa Picnic limited edition

“Sepanjang pengetahuan kami, saat ini hanya PT Gajah Tunggal Tbk yang memproduksi ban alat berat dan pertambangan di dalam negeri dengan kapasitas produksi yang masih terbatas, sehingga kebutuhan nasional atas ban tersebut masih harus dipenuhi dari impor,” ujarnya.

Perihal harga ban pertambangan dan alat berat asal China yang kabarnya cenderung lebih murah dibandingkan harga ban yang diproduksi industri ban lokal, Kemendag belum bisa memberikan pernyataan mengenai hal tersebut. Mengingat Commentarial Perdagangan tidak mengatur tentang harga ban impor.  

Namun Didi menyatakan, memang dalam ilmu ekonomi ada beberapa faktor yang mempengaruhi harga suatu produk, begitu pun dengan harga ban pertambangan dan alat berat dalam negeri. “Biaya produksi, biaya pemasaran dan distribusi serta penetapan nilai keuntungan dari penjualan cukup berpengaruh pada harga jual produk,” sebutnya.

Menanggapi kondisi importasi ban pertambangan dan alat berat tersebut, Didi bilang selama ini Kemendag dan Kementerian Perindustrian (Kemenperin) telah bersama-sama mendukung pengembangan industri dan penggunaan ban nasional.

Antaranya melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 77 Tahun 2019 yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 05 Tahun 2019 mengenai perizinan impor, berupa persetujuan impor ban berdasarkan rekomendasi dari Kemenperin.

“Melalui pengaturan tata niaga impor ban ini,  importasi ban diharapkan tidak mengganggu keberadaan dan mampu mendorong pengembangan industri ban nasional,” jelasnya.

Namun di sisi lain, Kemendag melihat kondisi tersebut  bisa dijadikan momen penting bagi industri ban nasional, untuk dapat lebih mengembangkan lagi potensi mereka di segmen industri hulu.

“Untuk industri ban yang saat ini memproduksi ban pertambangan dan alat berat dapat lebih meningkatkan untuk meningkatkan produksinya untuk memenuhi permintaan pasar dalam negeri. Di sisi lain, diharapkan industri ban yang belum memproduksi ban pertambangan dan alat berat tertarik untuk menambah investasi mesin yang diperuntukkan bagi produksi ban pertambangan dan alat berat,” pungkasnya.

Sedikit informasi, berdasarkan catatan yang dihimpun Kontan.co.id, sejumlah industri jasa pertambangan telah menggunakan ban impor untuk penggunaan alat berat dalam operasi penambangan mereka. Pertama, ada PT Petrosea Tbk. Berdasarkan data INATRADE Kemendag, Petrosea telah melakukan impor ban pertambangan dan alat berat asal China  sejumlah 350 pcs pada tahun 2019.

Selain itu, PT Darma Henwa Tbk (DEWA) juga melakukan impor ban dari China. Pada Desember lalu, DEWA baru saja menandatangani perjanjian Total Tire Management (TTM) dengan Fujian Haian Rubber Co. Ltd yang merupakan produsen ban terbesar China.

Termasuk juga anak usaha dari PT ABM Investama Tbk (ABMM) yakni PT Cipta Kridatama yang memilih menggunakan ban asal Eropa dengan pertimbangan performa yang lebih baik. “Kami menggunakan ban Eropa karena price vs performance-nya. Harga lebih mahal tapi lebih tahan lama,” ungkap Direktur ABMM, Adrian Erlangga Sjamsul beberapa waktu lalu.

Selanjutnya: Hankook Tire bagikan tips jaga ban kendaraan niaga jadi lebih awet

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×