Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Khomarul Hidayat
Lebih lanjut, Menkeu menyampaikan krisis kedua yakni pada 2008 disebabkan oleh kebangkrutan perusahaan properti asal AS yaitu Lehman Brothers yang dengan cepat menjalar ke seluruh dunia.
Kendati demikian, Sri Mulyani mengatakan, dampak krisis financial global saat itu tak terlalu membebani dalam negeri. Sebab, pasca reformasi, sistem keuangan Indonesia relatif bisa mengantisipasi pemburukan.
“Krisis kedua ini kita sudah punya LPS sebagai stop gate-nya. Makanya keuangan negaranya sebetulnya kenanya di LPS itu. Kalau LPS itu modalnya drop di bawah yang dimiliki, pemerintah harus menginjeksi. Karena dia yang menjadi stabilizer dari yang disebut deposit insurance,” kata Menkeu.
Selanjutnya, krisis ketiga yang bermuara pada masalah kesehatan yang telah merambat ke seluruh dunia. Pandemi virus corona tak mengenal tingkatan perekonomian negara. Amerika Serikat (AS) sebagai negara maju pun ikut dilanda pandemi Covid-19 dengan korban meninggal bahkan melebihi perang dengan Vietnam pada 1955-1975.
Sri Mulyani menjelaskan, karena yang diancam langsung jiwa manusia, maka krisis ketiga yang langsung terdampak adalah keuangan negara. Sebab, pemerintah harus mengambil langkah-langkah untuk menyelamatkan masyarakat dari sisi kesehatan.
Hingga, pandemi virus corona juga berdampak pada sosial dan ekonomi. Karena masalah kesehatan, seketika kegiatan masyarakat itu lumpuh, aktivitas sosial ekonomi menurun.
“Dan yang kena selalu balance sheet. Balance sheet rumah tangga kena, orang yang gak punya pekerjaan atau pekerjaan harian kehilangan pendapatan. Orang yang tidak punya tabungan kena, perusahaan kehilangan konsumen, perusahaan tidak bisa bayar cicilan, semua langsung kena ke neraca rumah tangga, perusahaan, perbankan, dan ujungnya lagi-lagi keuangan negara,” kata dia.
Untuk itu, Menkeu mengatakan, negara hadir dengan memberikan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) untuk meredam dampak pandemi dari segala aspek. Kebutuhan yang menyebabkan defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melonjak dari yang sebelumnya diamanatkan dalam UU tentang Keuangan Negara.
“Jadi kalau Anda lihat trigger krisisnya berbeda, bisa BOP, bisa krisis keuangan, bisa penyakit. Tapi ujungnya semuanya sama, keuangan negara yang mengalami beban terbesar. Nah keuangan negara makanya saya selalu menyampaikan harus mampu mengantisipasi. Dunia itu selalu bisa dihantam, Indonesia bisa dihantam berbagai krisis,” ucap Sri Mulyani.
Selanjutnya: Sri Mulyani: Pasca Covid, ancaman krisis berikutnya bisa climate change dan disrupsi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News