kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Cemas Ancaman Inflasi, Dana US$ 40 Miliar Kabur dari Pasar Asia


Selasa, 05 Juli 2022 / 06:15 WIB
Cemas Ancaman Inflasi, Dana US$ 40 Miliar Kabur dari Pasar Asia

Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - SINGAPURA. Investor global mulai khawatir akan dampak ancaman inflasi dan kenaikan suku bunga akan melemahkan perekonomian di kawasan Asia. Mereka pun mulai menarik dana senilai US$ 40 Miliar dari pasar saham dan obligasi di tujuh negara kawasan Asia pada kuartal terakhir, mengutip Bloomberg pada Senin (4/7). 

Jumlah itu menjadi outflow terbesar di India, Indonesia, Korea, Malaysia, Filipina, Taiwan dan Thailand sejak 2007. Penjualan terbesar terjadi di Taiwan dan Korea Selatan yang sarat teknologi dan pengimpor energi India. Sementara itu, investor asing juga membuat arus keluar yang sangat besar dari obligasi Indonesia.

Pengelola investasi menarik diri dari pasar berisiko tinggi karena inflasi yang merajalela dan kenaikan suku bunga bank sentral yang agresif melemahkan prospek pertumbuhan global. Kekhawatiran resesi AS dan gangguan rantai pasokan di Eropa dan China dalam ekonomi global yang masih belum pulih dari penguncian Covid-19 memberikan alasan tambahan untuk menjual aset mereka.

“Kami menyarankan investor untuk tetap berhati-hati terhadap ekonomi dan pasar yang berorientasi ekspor. Kami memperkirakan prospek tetap tidak pasti untuk sektor teknologi secara global dengan meningkatnya risiko resesi,” kata Pruksa Lamthongthong, direktur investasi senior untuk ekuitas Asia di Abrdn plc di Singapura.

Baca Juga: Cara para Konglomerat AS Merespons Ancaman Resesi Ekonomi

Asing menarik dana bersih US$ 17 miliar dari pasar saham Taiwan. Sementara pasar saham India mencatat mengalami penjualan US$15 miliar, dan Korea melaporkan kehilangan dana sebanyak US$ 9,6 miliar. 

Hawkish The Fed

Pengetatan agresif The Fed yang mendorong kenaikan imbal hasil AS, diperkirakan akan terus menarik uang dari wilayah Asia. Kenaikan suku bunga sebesar 150 basis poin oleh bank sentral AS pada tahun ini menjadi prediksi dari sejumlah analis.

“Alasan investor asing menjual saham di pasar tersebut bukan karena ada yang tidak beres di dalamnya, melainkan karena Federal Reserve dan bank sentral lainnya memperketat kebijakan moneter mereka,” kata Mark Matthews, kepala penelitian untuk Asia Pasifik di Bank Julius Baer di Singapura.

Salah satu tema utama yang dimunculkan oleh data tersebut adalah penjualan saham teknologi, yang mencakup lebih dari setengah dari ekuitas pasar Taiwan dan sekitar sepertiga pasar ekuitas Korea.

Saham teknologi telah merosot di seluruh dunia tahun ini karena kekhawatiran atas perlambatan pertumbuhan global, dan valuasi mereka yang tinggi menyusul keuntungan yang mereka buat selama pandemi Covid.

Baca Juga: Inflasi Jadi Momok Menakutkan di Kawasan Asia, Termasuk Indonesia

Pelemahan yen juga merugikan ekonomi dan ekuitas di Taiwan dan Korea mengingat kedua negara memiliki produk ekspor yang serupa ke Jepang, kata Calvin Zhang, manajer dana di Federated Hermes di Pepper Pike, Ohio. Hal ini menyebabkan ketakutan bahwa mereka akan kehilangan pangsa pasar.

Sementara itu, pasar saham India berada di bawah tekanan karena ekonomi menderita akibat melonjaknya harga minyak, sementara bank sentralnya dengan cepat menaikkan suku bunga untuk mencoba dan mengendalikan inflasi.

Namun masih ada titik terang dari Indonesia dan Thailand melihat arus masuk ke pasar ekuitas mereka pada kuartal terakhir. Sementara arus keluar di dua negara tetangga yakni Malaysia dan Filipina relatif kecil.

Sebagian dari itu mungkin karena pendekatan bank sentral yang lebih dovish di Asia Tenggara, yang berusaha memperlambat kenaikan biaya pinjaman karena mereka menjaga pemulihan ekonomi pasca-Covid yang masih terbilang rapuh.

Pasar obligasi lebih beragam dengan Indonesia melihat arus keluar sekitar US$3,1 miliar, sementara Korea dan Thailand mencatatkan arus masuk dari para investor.

“Arus keluar di obligasi dari negara-negara berkembang Asia akan bertahan di paruh kedua seiring dengan tren menyempitnya perbedaan suku bunga kebijakan Asia-AS dan prospek pertumbuhan Asia yang lemah,” kata Duncan Tan, ahli strategi suku bunga di DBS Group Holdings Ltd. di Singapura.

Prospek obligasi korporasi berdenominasi dolar di kawasan ini juga menantang mengingat spread yang ditawarkan menjadi kurang menarik dibandingkan dengan rekan-rekan mereka di AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Terpopuler
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

×