kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bunga acuan BI turun, tapi margin keuntungan perbankan naik, kenapa?


Selasa, 23 Maret 2021 / 06:30 WIB
Bunga acuan BI turun, tapi margin keuntungan perbankan naik, kenapa?

Reporter: Maizal Walfajri | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Bank Indonesia (BI) menyebutkan, penurunan suku bunga BI masih direspons secara terbatas oleh penurunan bunga kredit perbankan. Namun pada sisi lain, bank sentral melihat terjadi peningkatan 34 basis poin (bps) secara year on year (yoy) pada margin keuntungan perbankan dalam satu tahun terakhir.

Ini terlihat dari penurunan suku bunga deposito 1 bulan yang lebih agresif sehingga terjadi pelebaran spread. Pada Januari 2020 sampai Januari 2021, suku bunga BI turun sebesar 125 bps year on year (yoy), sementara suku bunga dasar kredit (SBDK) hanya turun sebesar 78 bps yoy. Hal itu menyebabkan spread SBDK terhadap BI rate melebar dari 5,82% pada Januari 2020 menjadi 6,28% pada Januari 2021.

Di sisi lain, suku bunga deposito 1 bulan turun sebesar 189 bps yoyy, sehingga spread antara SBDK dan suku bunga deposito 1 bulan mengalami kenaikan dari 4,86% menjadi 5,97%.

SBDK bank BUMN diperkirakan menurun sejalan dengan telah diumumkannya penurunan SBDK bank-bank BUMN.

“Pada posisi Januari 2021, SBDK Bank BUMN masih tertinggi yakni 10,80% dibandingkan dengan kelompok bank lainnya. Namun demikian, SBDK bank-bank BUMN diperkirakan akan menurun pada bulan Maret 2021. Percepatan penurunan SBDK kelompok bank BUMN yang telah diumumkan diharapkan juga diikuti oleh kelompok bank lain,” ujar Kepala Departemen Komunikasi Erwin Haryono Direktur Eksekutif dalam keterangan tertulis pada Senin (22/3).

Baca Juga: Selain kebijakan suku bunga acuan, ini 9 langkah kebijakan lanjutan Bank Indonesia

Lebih lanjut, BI mencermati komponen yang mempengaruhi SBDK perbankan. Adapun komponen harga pokok dana untuk kredit dan komponen biaya overhead mengalami penurunan.

Harga pokok dana kredit tercatat turun sebesar 98 bps secara tahunan. Adapun biaya overhead juga turun sebesar 15 bps sejak Januari 2020 hingga Januari 2021.

Penurunan harga pokok dana kredit didorong oleh peningkatan likuiditas. Utamanya disebabkan oleh penurunan biaya dana sebesar 84 bps yoy. Hal ini sejalan dengan kondisi likuiditas perbankan yang berlimpah.

Sementara itu, penurunan biaya overhead yang mengalami penurunan disebabkan oleh kenaikan efisiensi. Lantaran melakukan penurunan biaya tenaga kerja dan biaya sewa akibat digitalisasi, yang masing-masing turun sebesar 3 bps yoy dan 5 bps yoy.

“Margin keuntungan perbankan meningkat di tengah periode pelemahan ekonomi akibat pandemi. Berbeda dengan dua komponen SBDK lain yang menunjukkan penurunan, marjin keuntungan perbankan meningkat sebesar 34 bps yoy sejak Januari 2020 hingga Januari 2021, yang juga mencakup periode pelemahan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Hal ini didorong oleh upaya bank untuk tetap mempertahankan profitabilitas di tengah menurunnya penyaluran kredit,” jelas BI.

BI menyebutkan, rigiditas SBDK terjadi di hampir semua jenis kredit. Sementara penurunan SBDK kredit mikro tercatat paling besar walaupun masih merupakan jenis kredit dengan level SBDK tertinggi.

Rigiditas SBDK terjadi pada jenis kredit konsumsi (KPR dan Non KPR), kredit korporasi, dan kredit ritel. Respons terbatas oleh perbankan, yang tercermin pada penurunan SBDK yang rendah, terjadi pada segmen kredit konsumsi non KPR sebesar 47 bps yoy sejak Januari 2020 sampai Januari 2021.

“Kredit mikro mencatat penurunan SBDK sebesar 256 bps yoy sejak Januari 2020. Penurunan ini jauh lebih dalam dibandingkan penurunan SBDK pada jenis kredit lainnya. Menurunnya SBDK kredit mikro tidak terlepas dari kebijakan pemerintah dalam mendorong pembiayaan pada skala usaha mikro melalui pemberian subsidi bunga kredit, di tengah pelemahan ekonomi akibat pandem,” sebut BI.

Baca Juga: Hore, bank swasta besar ikut turunkan suku bunga dasar kredit (SBDK) ke single digit

Sebelumnya, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) kembali menurunkan suku bunga dasar kredit (SBDK) mulai 28 Februari 2021 untuk seluruh segmen. Baik korporasi, ritel, mikro, KPR dan non-KPR.

BRI memangkas bunga kredit mulai dari 150 bps hingga 325 bps pada kali ini. Sebelumnya, sepanjang tahun 2020 lalu BRI telah menurunkan suku bunganya sebesar 75 bps hingga 150 bps. Bahkan khusus untuk restrukturisasi keringanan suku bunga, BRI menurunkan antara 300 bps sampai 500 bps di tahun lalu.

“Kebijakan penurunan suku bunga kredit yang dilakukan BRI ini merupakan bagian dari upaya untuk mendukung percepatan pemulihan ekonomi nasional, seiring berlanjutnya tren penurunan suku bunga acuan oleh Bank Indonesia,” ujar Direktur Utama BRI Sunarso dalam keterangan tertulis.

Lebih lanjut, Sunarso menjelaskan, selain karena tren suku bunga acuan yang terus menurun, penurunan suku bunga kredit BRI dilakukan karena menurunnya beban biaya dana (cost of fund) dan meningkatnya level efisiensi perbankan yang disebabkan berbagai inisiatif digital yang terus dilakukan.

Baca Juga: Simak strategi perbankan jaga NIM agar tidak turun dalam di tahun ini

Sedangkan Direktur Utama BNI Royke Tumilaar mengungkapkan, BNI telah melakukan penyesuaian bunga kredit sejalan dengan bunga acuan.

"Untuk kredit konsumsi non KPR per 28 Februari 2021, suku bunga dasar kredit (SBDK) BNI ditetapkan 8,75%  telah turun dibandingkan akhir Desember 2020 yaitu 11,7%. Begitu juga untuk kredit  KPR ditetapkan 7,25% turun dibandingkan posisi akhir tahun 2020 yaitu 10%," ujar Royke dalam keterangan tertulis.

Bank berlogo 46 ini juga menurunkan SBDK untuk kredit ritel menjadi 8,25% atau lebih rendah dibandingkan posisi akhir Desember 2020 yaitu 9,8%. Adapun SBDK kredit korporasi yang ditetapkan menjadi 8,0%, atau turun dibandingkan posisi Desember 2020 yaitu 9,8%.

Royke menuturkan, kredit  berkaitan erat dengan pertumbuhan permintaan domestik yang menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi. Penting bagi perbankan untuk turut meyakinkan kepercayaan masyarakat terhadap perekonomian. Untuk itu, Perseroan terus terhubung dengan perkembangan perekonomian terkini yang mendorong adanya penyesuaian terhadap indikator-indikator penting, antara lain  SBDK.

"Dalam menentukan suku bunga kredit hingga ke setiap debitur, kami akan memperhitungkan komponen estimasi premi risiko yang besarnya tergantung penilaian bank terhadap risiko pada masing-masing debitur atau kelompok debitur," ujarnya.

Selanjutnya: Penurunan suku bunga acuan BI belum sebanding dengan penurunan SBDK

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

×