kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45913,89   4,58   0.50%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Bisnis kedai kopi masih lesu, ini sebabnya


Selasa, 19 Januari 2021 / 12:10 WIB
Bisnis kedai kopi masih lesu, ini sebabnya

Reporter: Muhammad Julian | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku bisnis kedai kopi dihadapkan pada kondisi bisnis yang semakin menantang. Di tengah pagebluk Covid-19 yang belum kunjung usai, peritel minuman kopi harus berhadapan dengan permintaan pasar yang masih rendah. 

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Kafe dan Restoran Indonesia (Apkrindo), Eddy Sutanto memperkirakan, saat ini pasar peritel minuman kopi secara umum hanya berkisar 20% dari angka normal. Penyebabnya beragam, mulai dari psikologi pasar yang masih takut-takut untuk mengonsumsi kopi secara langsung di kedai kopi hingga adanya pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) di Jawa dan Bali.

Seiring dengan permintaan lesu, penutupan gerai-gerai kedai kopi, baik yang permanen ataupun bersifat sementara, menjadi pilihan yang banyak diambil oleh para peritel minuman kopi. “(Jumlah) persisnya belum tahu, tapi cukup banyak, ada yang permanen juga,” ujar Eddy kepada Kontan.co.id, Senin (18/1).

Kondisi pasar yang lesu juga dirasakan oleh peritel minuman Kopi Kenangan. Tanpa menyebut angka, Co-Founder & Chief of Business Development Kopi Kenangan, James Prananto mengatakan bahwa penjualan kopi Kopi Kenangan turun cukup signifikan dibanding angka penjualan pada kondisi normal. 

Penurunan tersebut, kata dia terutama terjadi pada gerai-gerai Kopi Kenangan yang terletak di pusat perbelanjaan maupun perkantoran. Salah satu pemicunya diduga berasal dari jam operasional dan kapasitas maksimal tempat makan di pusat perbelanjaan yang semakin terbatas di tengah PPKM.

Baca Juga: Aprindo harap pemerintah beri bantuan langsung ke banyak restoran terdampak PPKM

Oleh karenanya, Kopi Kenangan menempuh beberapa strategi mulai dari melakukan penambahan produk hingga mengandalkan penjualan secara online. “Tentunya kita masih terbantu dengan (penjualan) online melalui Grab dan Gojek. Namun walaupun kita juga ada kenaikan di online, (penjualan secra online) tetap tidak menutup penjualan dine-in berkurang,” kata James kepada Kontan.co.id, Senin (18/1).

Meski begitu, Kopi Kenangan masih memiliki kas internal yang kuat. James menuturkan, hingga saat ini Kopi Kenangan masih mampu memenuhi kewajiban yang dimiliki, baik kepada karyawan maupun kepada pihak pemasok. Tidak tanggung-tanggung, Kopi Kenangan bahkan masih berencana melakukan ekspansi penambahan jumlah gerai pada tahun ini.

“Kami kan visinya jangka panjang. Kami tahu pasti pandemi ini sooner or later pasti berakhir. Kami pinginnya ketika pas itu berakhir kami sudah di posisi yang sudah siap untuk take advantage,” ujar James.

Di tengah kondisi pasar yang lesu, beredar pula kabar penundaan pembayaran bunga medium term notes (MTN) oleh  peritel kopi PT Maxx Coffee Prima. Dalam surat yang dimuat pada laman keterbukaan KSEI beberapa waktu lalu, pengelola gerai kopi Maxx Coffee tersebut menyebutkan bahwa pembayaran bunga kupon 11 untuk MTN seri A-C dan kupon 12 untuk seri D kepada pemegang MTN melalui pemegang rekening yang seharusnya dilaksanakan pada tanggal 18 Januari 2021 ditunda.

Sejauh ini belum terang, apakah penundaan tersebut juga berhubungan dengan iklim bisnis kedai kopi yang sulit atau tidak. Dalam suratnya, Maxx Coffee Prima hanya menyampaikan bahwa penundaan pembayaran bunga dilakukan sehubungan dengan belum efektifnya dana bunga MTN Maxx Coffee Prima I Tahun 2018 seri A-D di rekening KSEI. Kontan.co.id sudah mencoba menghubungi pihak Maxx Coffee Prima guna meminta penjelasan lebih lanjut, namun belum mendapat informasi tambahan dari manajemen.

Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (Gapmmi), Rachmat Hidayat mengatakan, saat ini masyarakat memang lebih senang mengonsumsi minuman di rumah. Kecenderungan ini juga dapat terlihat dari konsumsi produk-produk minuman lain seperti air susu kemasan 1 liter maupun produk-produk minuman konsumsi rumahan lainnya yang meningkat berdasarkan laporan dari anggota Gapmmi.

“Kalau dulu kan orang duduk di kafe, duduk di kedai, mereka ngopi, Sekarang itu berkurang hingga mungkin 50% atau lebih, karena (sebagian) orang tidak bekerja di luar sekarang,” terang Rachmat saat dihubungi Kontan.co.id (18/1).

Pada kesempatan yang berbeda, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai bahwa pemerintah perlu turun tangan membantu para pebisnis ritel, tenant, dan para pemilik properti pusat perbelanjaan/mall.

Salah satu dukungan yang diharapkan di antaranya berupa dukungan dalam bentuk fiskal seperti penghapusan/pengurangan pembayaran Pajak Restoran, Pajak  Hotel, Pajak Reklame, Pajak Hiburan, PBB, Penghapusan/pengurangan pembayaran berbagai jenis pajak  termasuk PPN untuk penagihan listrik, dan lain-lain. 

Selain itu, Apindo juga mengusulkan agar pemerintah memberikan kelonggaran kepada ritel, mall, hotel, dan restoran yang telah  menerapkan protokol kesehatan agar boleh tetap beroperasi sampai jam 21.00  dengan kapasitas dine in maksimal 50%. 

“Memang tidak ada jaminan bahwa pendapatan pelaku usaha akan naik dengan adanya kelonggaran ini, tapi  paling tidak peluang untuk terjadinya peningkatan pendapatan itu ada,” kata Ketua Apindo, Hariyadi Sukamdani dalam sebuah konferensi  pers virtual pada Senin (18/1).

Selanjutnya: Terdampak pandemi, industri pariwisata diproyeksikan rugi Rp 50 triliun per bulan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

×