Reporter: Bidara Pink | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - BALI. Negara-negara G20 sepakat, mata uang digital bank sentral atau Central Bank Digital Currency (CBDC) menjadi salah satu hal yang harus dirilis.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Dody Budi Waluyo memandang, penerbitan CBDC ini juga makin maraknya digitalisasi dan makin berkembangnya mata uang digital yang dikelola oleh swasta (private sector).
“Banyak yang berkembang dan dikeluarkan oleh private, contohnya BItcoin. Dia relatif tidak punya collateral (jaminan),” ujar Dody, seperti dikutip Minggu (12/12).
Baca Juga: Mata uang digital masih jadi isu hangat dalam G20
Kemudian, dalam pertemuan tingkat deputi Kementerian Keuangan serta bank sentral alias Finance and Central Bank Deputies (FCBD) Meeting, negara-negara G20 pun mengungkapkan keuntungan maupun risiko yang ditimbulkan dari adanya CBDC ini.
Dari sisi manfaat, mata uang digital ini lebih membuat pergerakan menjadi lebih cepat dan lebih efisien. Selain itu, CBDC dinilai lebih murah alias tidak mengenal adanya biaya cetak.
Dari sisi risiko, terdapat risiko dari sisi makrofinansial yang perlu dipertimbangkan karena CBDC akan memengaruhi pergerakan dari stok uang beredar dalam masyarakat tanpa adanya monitoring yang ketat.
Baca Juga: CBDC Masuk Agenda G20 Sistem Pembayaran Digital
Bank sentral juga berpotensi akan susah dalam melihat pergerakannya, apalagi kalau dalam rekening di luar bank sentral sehingga ujungnya pada dampak likuiditas yang ditimbulkan dari adanya CBDC.
“Ujung-ujungnya, bisa berdampak pada inflasi, karena memungkinkan masyarakat melakukan konsumsi atau investasi dan dilakukan tanpa kita bisa mengukur berapa besar likuiditasnya,” tambah Dody.
Dari sisi sektor keuangan, terdapat risiko shadow banking atau pinjaman yang tidak tercatat. Ini pun sudah pernah terjadi di China, yang sebagian besar kegiatan transaksi dilakukan secara elektronik atau bank digital.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News