Reporter: Dimas Andi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berbagai inovasi dan upaya terus dilakukan untuk mencari berbagai sumber energi baru dan terbarukan (EBT) demi mengurangi penggunaan energi fosil yang lebih ramah lingkungan dan tentu memiliki harga keekonomian yang baik.
Bahan bakar minyak yang berasal dari energi fosil memiliki keterbatasan cadangan, tak bisa diperbaharui, dan memiliki emisi gas hasil pembakaran (polutan) akan menimbulkan dampak lingkungan seperti efek gas rumah kaca dan mempengaruhi kualitas udara.
Sumber energi (bahan bakar) alternatif yang telah sukses diterapkan dan digunakan di Indonesia antara lain melalui program biodiesel 30% (B30), yaitu pencampuran 30% biodiesel dengan 70% bahan bakar minyak jenis solar, dengan nama produk Biosolar. Saat ini, bahan bakar nabati biodiesel pada program B30 berbahan baku dari minyak sawit atau crude palm oil (CPO).
Selain sawit, tanaman lain yang berpotensi untuk menjadi bahan baku biodiesel, salah satunya adalah jarak pagar yang memanfaatkan kandungan minyak dari biji. Biji jarak pagar mengandung rendemen minyak nabati sebesar 35%--45%.
Minyak tersebut dapat diproses menjadi minyak biodiesel (pengganti solar) dan minyak bakar (pengganti minyak tanah). Namun, tantangan pengembangan bahan bakar nabati ini antara lain harga keekonomian dan kepastian ketersediaan pasokan atau feed stock.
Salah satu inovasi pembuatan biodiesel berbasis jarak pagar telah dilakukan oleh PT New Eco Energy Indonesia (NEEI-One) yang menghasilkan produk Biodiesel Jarak Nusantara. NEEI-One memproduksi biodiesel jarak pagar dengan harga sekitar Rp 6.500 per liter dan ke depannya bisa ditekan menjadi sekitar Rp 5.000 per liter.
Baca Juga: Pertamina pacu pengembangan bisnis energi terbarukan
Saat ini, NEEI-One sudah mulai melakukan penanaman pohon jarak pagar sebagai bahan baku untuk produk Biodiesel Jarak Nusantara di kebun contoh atau kebun inti seluas 5 hektare (Ha) di Kecamatan Melaya, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Kebun contoh atau inti ini mempunyai fungsi membina masyarakat desa untuk menanam budi daya jarak pagar melalui koperasi desa atau badan usaha milik desa (Bumdes).
Kebun inti akan memberikan benih Jarak Pagar kepada petani untuk ditanam di sela tanaman inti mereka atau tumpang sari dan hasilnya akan dibeli oleh koperasi dan Bumdes yang telah bekerja sama di kebun inti.
Di kebun inti atau koperasi Bumdes ini akan dibangun pabrik pengolahan biji jarak menjadi minyak jarak sekaligus juga tempat pengolahan produk-produk samping lainnya di samping minyak Jarak. Di kebun inti juga akan didirikan pabrik pengolahan minyak jarak menjadi Biodiesel Jarak.
“Bupati Jembrana sudah menyetujui program Jarak Pagar kami ini dan bersedia untuk mengerahkan segala potensi yang ada di daerahnya untuk mensukseskan program EBT ini. Program ini akan menjadi contoh untuk pengembangan selanjutnya di seluruh Indonesia,” ungkap CEO New Ecology Energy Indonesia Muhammad Hafnan dikutip dari siaran pers di situs Ditjen EBTKE Kementerian ESDM, Rabu (17/2).
Direktur Jenderal EBTKE Kementerian ESDM Dadan Kusdiana dalam kunjungannya ke pabrik produksi Biodiesel Jarak dan Solar Nusantara di Kawasan Marunda Center kemarin (17/2) mengungkapkan, Biodiesel Jarak Nusantara hasil produksi NEEI-One sangat baik dan perhitungan keekonomiannya juga sangat menjanjikan.
“Kami mengapresiasi inovasi biodiesel milik NEEI-One, karena sangat menjanjikan menggunakan jarak pagar sebagai alternatif selain sawit. Kalau bisa dipercepat proses ujinya. Kami akan dorong inisiatif-inisiatif semacam ini agar dapat berkembang dan bisa masuk ke skala komersial,” ujarnya.
Di kesempatan yang sama, Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Andriah Feby Misnah menyampaikan, berdasarkan penelitian yang ada, jarak pagar adalah tanaman yang mudah ditanam, tahan terhadap cuaca dan hama, serta low maintenance cost dan tidak perlu membuka hutan baru untuk lahan tanaman, karena lahan marjinal yang sangat banyak di Indonesia dapat digunakan.
“Minyak Jarak sangat bagus dan mempunyai kualitas yang tinggi untuk dijadikan bahan bakar, karena minyak jarak mempunyai titik beku yang rendah (70C), viskositas yang cukup rendah, dan asam lemak atau fatty acid yang sedikit. Yang penting bahwa jarak pagar bukan tanaman pangan sehingga tidak mengganggu stabilitas ketahanan pangan,” papar Feby.
Hafnan mengungkapkan, NEEI-One menggunakan teknologi Nanomizer yang membuat Biodiesel Jarak menjadi lebih bersih karena teknologi ini mengurangi emisi gas Nitrogen Oxida (NOX) yang dihasilkan oleh Biodiesel Jarak. Teknologi Nanomizer juga akan mengurangi konsentrasi methanol pada bahan bakar biodiesel lebih dari 20% sehingga membuat mesin lebih tahan terhadap korosi.
Dia menjelaskan, satu hektare lahan dapat menghasilkan 12.500 liter minyak jarak atau hasil akhirnya adalah 12,5 kiloliter (kl) bahan bakar Nano Biodiesel Jarak Nusantara (NBJN) per tahun atau sekitar 34 liter per hari.
Menurut hasil analisis biaya dan profit oleh NEEI-One, komponen harga biodiesel jarak terdiri dari harga minyak jarak (Rp 6.000) ditambah ongkos pengolahan (Rp 1.000 per liter), sehingga harganya menjadi Rp 7.000 per liter atau Rp 6.000 per liter.
“Dengan teknologi Nanomizer kami, harga itu dapat berkurang sekitar Rp 1.000 per liter sehingga harga Nano Biodiesel Jarak kami menjadi sekitar Rp 5.000 sampai Rp 6.000 per liter,” ungkap Hafnan.
Selain menghasilkan produk Biodiesel Jarak Nusantara, NEEI-One juga memproduksi Solar Nusantara yang mencampurkan solar konvensional atau biosolar ditambah bahan aditif dan air sebanyak 20%.
Bahan bakar solar dan air diproses melalui alat Nanomizer sehingga ukuran butirnya menjadi ukuran Nano, lalu dicampur ke dalam mixer atau reaktor serta bahan aditif. Setelah proses selama satu jam di dalam mixer atau reaktor, terbentuklah produk solar baru.
“Untuk proses emulsi ini ada campuran air yang akan terus kita perbaiki dengan teknologi baru dan kita harapkan bahkan nanti bisa ada 45% campuran air, tapi tidak mengganggu kinerja mesin. Proses emulsi ini sebenarnya sudah ada sejak lama. Sudah ratusan tahun hanya kita perbaharui dengan teknologi, misalnya dengan Nano Mixer dan teknologi Plasma kemudian juga ada yang menggunakan teknologi ion,” terang Hafnan.
Tujuan sebenarnya dari emulsi ini adalah mengurangi NOX di mana biasanya untuk menurunkan zat tersebut sangat sulit. Solar Nusantara ini pernah dites dengan PLTD yang masih menggunakan teknologi lama dan hasilnya sudah lumayan. Dalam hal ini, gas buangnya cukup bagus, tetapi dari sisi ekonomisnya masih kurang. Kapasitas yang dimiliki NEEI-One untuk emulsi ini sebesar 280.000 liter per hari.
Selanjutnya: Sinar Mas Agro (SMAR) sebut prospek industri sawit masih menarik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News